Ahad 05 Dec 2010 20:08 WIB

UKM Wajib Bayar Pajak, Ditjen Pajak Pun Intip Pengusaha Warteg

Rep: Teguh Firmansyah/ Red: Endro Yuwanto
Warteg
Foto: indonesiangamer.com
Warteg

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Untuk meningkatkan penerimaan negara, pemerintah bersikukuh akan mengenakan pajak bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Pengenaan pajak akan disesuaikan dari profit yang diperoleh pengusaha. Meskipun demikian, Ditjen Pajak mengaku masih kesulitan untuk menggali sektor tersebut.

Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo mengatakan, penerapan pajak bagi pengusaha UKM tersebut bukan suatu hal yang mudah. Apalagi melihat contoh kasus terakhir adanya resistensi penerapan pajak warung tegal (warteg) yang diwacanakan oleh Pemerintah DKI Jakarta.

"Ke depan tidak gampang menggali dari small and medium entreprises ini. DKI saja menerapkan pajak warteg gejolaknya luar biasa, tak gampang tapi tetap harus kami sikapi," ujar Tjiptardjo saat diskusi sosialisasi perpajakan, Sabtu (4/12).

Namun perlu diketahui, jelas Tjiptardjo, pengenaan pajak yang akan dilakukan oleh Ditjen Pajak berbeda dengan pemerintah daerah. Sebagai contoh, kata dia, wacana pajak warteg. Sesuai dengan ketentuan UU Pajak dan Retribusi Daerah, pemda itu mengenakannya bukan pada pengusaha warteg melainkan pada pembeli. "Sedangkan kami menerapkannya bagi pengusaha itu," jelasnya.

Menurut Tjiptardjo pengenaan wajib pajak pribadi ini demi suatu keadilan. Karena selama ini banyak pengusaha kecil tersebut tidak dikenakan pajak penghasilan. Padahal jika dari penerimaan, acapkali di antara mereka yang memiliki pendapatan cukup besar. "Pak haji misalkan yang memiliki 10 kamar kos-kosan, itu bisa sekolahin anaknya hingga kuliah nggak kena pajak kan nggak adil. Padahal buruh atau karyawan yang gajinya lebih kecil dan sudah masuk dalam penghasilan kena pajak harus bayar," terangnya.

Tjiptardjo menjamin pengenaan pajak ini tidak akan memberatkan pengusaha. Pasalnya, Ditjen pajak juga akan melihat sejauh mana keuntungan dari usahanya tersebut. "Kalau rugi nggak usah bayar, untung kecil bayar kecil, untung besar ya bayar besar," jelasnya.

Sesuai dengan ketentuan UU, kata Tjiptardjo, yang disebut pengusaha kecil itu adalah yang memiliki omset penghasilan di bawah Rp 4,5 miliar selama satu tahun. Di atas itu jumlah itu, maka tidak dikategorikan pengusaha kecil.

Tjiptardjo berharap, dengan penerapan kebijakan ini, maka upaya ekstensifikasi pajak akan berhasil. Pasalnya, menurut dia, tidak mungkin Ditjen pajak hanya terus mengeruk dari wajib pajak (WP) yang sudah terdaftar saat ini. "Sekarang ini kan masih jomplang antara WP orang pribadi dengan badan. WP badan itu menyumbang 70 persen. Padahal yang kami inginkan itu mayoritas itu berasal dari WP pribadi," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement