Sabtu 13 Nov 2010 06:42 WIB

Bappenas: Jumlah Kemiskinan Turun Tetapi tak Tampak

ilustrasi
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Angka kemiskinan selama lima tahun terakhir ini terus mengalami penurunan, tetapi karena pertumbuhan ekonomi stagnan atau hanya jalan di tempat maka penurunan kemiskinan itu tidak tampak.

"Pada 2006, jumlah kemiskinan mencapai 17,75 persen dan tiap tahun terus turun minimal satu persen sehingga sampai akhir tahun ini diperkirakan mencapai 13,33 persen dari jumlah penduduk Indonesia," kata Deputi Bidang Kemiskinan dan Ketenagakerjaan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas, Ceppie Sumadilaga dalam dialog dengan pers soal produk dan kebijakan Bappenas, di Bandung, Jumat (12/11).

Dikatakan, setiap ada kenaikan satu persen pertumbuhan ekonomi, akan menggerek lebih dari 400 ribu peluang tenaga kerja baru dan berdampak pada kenaikan pendapatan pekerja dan keluarganya. "Karena tingkat pertumbuhan di Indonesia relatif kecil maka berdampak pada perlambatan usaha menurunkan kemiskinan," tutur Ceppie, mantan Direktur Asia Development Bank (ADB) yang membidangi kemiskinan itu.

Dalam dialog dengan pers itu, ia didampingi Sesmen PPN/Bappenas Syahrial Loetan, Deputi bidang ekonomi Dr Prasetiajono Widjojo, dan Kepala Biro Humas Bappenas, Maruhum Batubara. Ceppie secara rinci menyampaikan datanya, pada 2006 pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5,5 persen, sementara inflasi mencapai 6,6 persen dan jumlah penduduk miskin sebesar 17,75 persen.

Dua tahun berikiutnya, pertumbuhan ekonomi naik rata-rata menjadi 6,3 persen dan tahun 2009 sempat turun hingga 4,3 persen menyusul adanya krisis keuangan global. Namun tahun ini pertumbuan ekonomi ditargetkan mencapai 5,8 persen, inflasi 5,3 persen dan jumlah kemiskinan turun menjadi 13,33 persen.

"Insya Allah tahun 2011 jumlah kemiskinan akan turun lagi menjadi 11,5 persen syaratnya tidak terjadi gejolak ekonomi dan politik global maupun lokal, mengingat saat ini sudah ada tanda-tanda kenaikan harga minyak mentah dipasar internasional di atas patokan APBN," katanya.

Guna menjalankan program penurunan kemiskinan secara atraktif, pemerintah mempunyai tiga skema atau tiga kluster, yakni pemerintah memberikan bantuan langsung kepada keluarga miskin, seperti bantuan tunai langsung (BTL), bantuan pendidikan kepada anak sekolah yang kurang mampu dan memberikan jaminan kesehatan atau Jamkesmas.

Kluster kedua, katanya, pemerintah mualai menggalakkan pemberin modal kerja/PNM kepada kelopok usaha atau koperasi, sedang kluster ketiga meningkat program pemberian Kredit Usaha Rakyat/KUR. Tiga pendekatan itu kedepan masih akan dijalankan, namun bantuan yang bersifat langsung, BLT mungkin tidak dilaksanakan dan akan diganti lewat PNM dan pemberian KUR dengan bunga murah dan tanpa agunan.

KUR ini tahun ini dianggarkan sekitar Rp 18 triliun namun belum semua terserap, karena itu Bappenas akan melihat faktor apa saja yang menjadikan KUR tidak terserap semua. Pada kesempatan itu, Deputi Ekonomi PPN/Bappenas Prasetijono menambahkan, untuk menurunkan angka kemisinan agaknya tidak semudah membalik tangan karena ada syarat yang harus dipenuhi yakni tersedianya dana untuk investasi.

Untuk menurunkan angka kemiskinan pada 2011 menjadi 11,5 persen, katanya, harus tersedia dana minimal Rp 49 triliun guna mendorong atau enggerakkan roda perekonomian nasional. "Jumlah dana untuk investasi itu dapat bersumber dari pemerintah, BUMN, BUMD dan swasta. Jika program kemitraan pemerintah dan swasta berjalan baik, maka jumlah dana investasi akan lebih besar dan jumlah kemiskinanpun pasti akan turun secara drastis," katanya.

Menjawab pertanyaan ia optmis jumah kemiskinan sampai berakhirnya masa bakti pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono akan turun hingga 9 persen. "Saat ini semua pihak sudah punya keinginan untuk bersama-sama menurunkan angka kemiskinan khususnya di daerah, tinggal melakukan koordinasi dan menjaga transparansi penggunaan anggaran, karena 30 persen APBN masuk ke daerah," tegasnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement