Sabtu 23 Oct 2010 05:58 WIB

BI Tetap Jaga Pengetatan Likuiditas

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Bank Indonesia (BI) akan tetap menjaga pengetatan likuiditas untuk menstabilkan sistem keuangan dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dalam mengantisipasi derasnya aliran modal (capital inflow) masuk ke Indonesia. "Jadi tema yang kita ambil dari kebijakan moneter dan perbankan adalah mengendalikan likuiditas agar tidak terlalu berlebih," ujar Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah saat ditemui di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, upaya yang dilakukan BI adalah melakukan intervensi terhadap rupiah karena masuknya aliran modal ke Indonesia dapat menyebabkan nilai tukar kurs rupiah menjadi terlalu kuat. "Level (rupiah) yang sekarang saya kira cukup baik, dalam artian tadi bisa menjaga kestabilan ekonomi moneter dan perbankan, juga cukup baik mendorong momentum pertumbuhan ekonomi, cukup baik menjaga keseimbangan neraca pembayaran," ujarnya.

Selain itu, BI tidak hanya menjaga BI Rate tetap di angka 6,5 persen namun juga memperhitungkan suku bunga di pasar uang antar bank, suku bunga di pasar deposito dan suku bunga di pasar kredit. "Itu semua kami hitung. Dan diukur dengan hati-hati agar keseimbangan yang ada jangan terganggu dan momentum pertumbuhan ekonomi dapat terjaga," ujarnya.

Ia menambahkan dalam menjaga modal tetap di Indonesia, juga diperlukan percepatan penyerapan modal dalam proyek-proyek infrastruktur, bahkan apabila diperlukan, perusahaan swasta perlu untuk melakukan "Initial Public Offering" (IPO), right issues maupun penerbitan obligasi korporasi. "Misalkan percepatan pembangunan jalan tol atau pembangunan sarana listrik atau bahkan percepatan perusahaan-perusahaan swasta dalam melakukan IPO, right issues, atau penerbitan obligasi korporasi. Itu pasti bisa menyerap atau paling tidak sebagian besar dari 'inflow' kita," ujar Halim.

Menurut dia, dengan upaya tersebut, aliran modal diharapkan menggairahkan sektor riil karena menaikkan kapasitas penawaran, kapasitas produksi, pengendalian inflasi dan kesempatan kerja. "Ini akan berarti baik karena 'inflows' akan digunakan ke sektor riil yang berarti akan bisa menaikan kapasitas penawaran dan tentu saja akan baik bagi pengendalian inflasi, kenaikan produksi dan kesempatan kerja," ujarnya.

Sementara menurut Head of Office or Regional economic Integration ADB Filipina Iwan Jaya Azis, penguatan nilai tukar rupiah akibat aliran modal masuk dapat menyebabkan cadangan devisa menguat dan meningkatkan biaya fiskal. "Kalau banyak modal masuk ke suatu negara, nilai tukar di negara itu akan menguat, itu sudah hukum ekonomi. Dan untuk menghindari itu, nilai tukar dibuat tidak menguat dengan intervensi, namun intervensi dengan membeli mata uang asing, nanti masuk ke cadangan devisa dan biaya fiskalnya mahal sekali," ujar Iwan.

Ia juga menjelaskan penguatan nilai tukar dapat melemahkan ekspor, untuk itu banyak otoritas moneter di negara-negara di Asia saat ini melakukan intervensi terhadap nilai tukar kurs mereka.

sumber : ant
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement