Selasa 12 Oct 2010 05:16 WIB

Sinar Mas dan Greenpeace Belum Capai Titik Temu

Rep: Yogie Respati/ Red: Budi Raharjo
Kebun sawit, ilustrasi
Foto: Darmawan/Republika
Kebun sawit, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kisruh Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART) dan Greepeace belum menemukan titik temu kendati Kementerian pertanian  telah memfasilitasi pertemuan pada Senin (11/10). Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh tim verifikasi independen.

Tim verifikasi independen yang meneliti kisruh SMART dan Greenpeace menemukan adanya delapan konsesi yang telah beroperasi sebelum izin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) disahkan. Anggota tim verifikasi independen, Bambang Hero Sarjono, mengatakan pasal 25 UU 18 tahun 2004 tentang Perkebunan di dikatakan perusahaan wajib membuat AMDAL.

Namun hal yang menjadi kendala adalah turunan dari UU tersebut yaiu Permentan no 26 baru turun pada 2007. “Daerah jadinya mereka-reka kapan peraturan turun, padahal keputusan harus cepat. Di pasal 54 UU disebutkan selama tidak bertentangan silakan lanjut, namun pemda Ketapang menyatakan itu adalah kebijakan daerah karena Permentan sendiri baru turun 2007. Jadi selama kurun waktu 2004-2007 yang digunakan adalah perda bupati tahun 2001, dimana AMDAL dibuat setelah IUP sementara di UU No 18 disebutkan bikin dulu AMDAL baru IUP,” jelas Bambang di Jakarta, Senin (11/10).

Terkait kurang sinkronnya peraturan tersebut, Mentan Suswono pun menuturkan hal tersebut menjadi tugas pemerintah untuk mensinergikan peraturan” Ada tim pengkaji sedang mengkaji mana peraturan yang bertabrakan koordinasinya ada di Setneg, termasuk peraturan mengenai pemanfaatan eks hutan yang bisa jadi benturan dengan perda, jadi kasus per kasus,” kata Suswono.

Mengenai kisruh SMART dan Greenpeace, pemerintah pun akan tetap memastikan terjadi industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ia menambahkan pemerintah pun mendorong pengembangan kebun sawit sepanjang pelestarian ekologi tetap diperhatikan.

Suswono menuturkan total kebun sawit di Indonsia sebanyak 7,9 juta hektar, atau enam persen dari luas hutan di seluruh Indonesia. “Kebun sawit kita masih kecil dibanding luas hutan yang ada karena itu saat unu kita juga fokus pada peningkatan produktivitas kelapa sawit. Ada area yang masuk sebagai area penggunaan lain dan ini bisa dikonversi menjadi kebun sawit,” kata Mentan.

Ia mengungkapkan saat ini dari 7,9 juta hektar kebun sawit baru mampu menghasilkan crude palm oil (CPO) 18,6 juta ton. Padahal Malaysia yang memiliki luas 4 juta hektar memiliki produksi 16 juta ton. Mentan pun memprediksi pada tahun ini produksi CPO dapat mencapai 10,9 juta ton.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement