REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Surplus beras di gudang bulog berpotensi meningkat hingga 1,9 juta ton sampai dengan akhir tahun mendatang. Peningkatan tersebut mengingat sejumlah daerah yang masih melakukan panen.
Demikian disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar usai rakor stabilitas pangan di kantor Menko Perekonomian Rabu (8/9). Menurut Mustafa, stok minimal di gudang bulog pada akhir tahun mendatang tidak boleh kurang dari 1,5 juta ton. Karena itu produksi beras harus terus dimasksimalkan. Namun, lanjut Mustafa, stok beras bisa lebih dari angka itu.
Hal ini mengingat sejumlah daerah masih akan melakukan panen, seperti di Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan (palembang), Jawa Timur dan Jawa Tengah. "Penambahan ini kita harapkan bisa dilakukan sebesar 400 ribu ton. Jadi kan ada 1.9 juta ton. Ini kan sudah mulai musim hujan, mudah-mudahan bisa segera musim tanam. Sehingga di awal musim nanti sudah ada panen," paparnya.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan angka aman stok beras yakni antara 1,5 sampai 3 juta ton. Jika sudah sampai 3 juta baru bisa dilakukan ekspor. "Kita baru 1,5 juta ton sekarang ini, kita kalau bisa kita tingkatkan sebesar-besarnya," katanya.
Selama ini, kata Hatta, sejak zaman Soeharto Indonesia tidak pernah mencapai angka 3 juta ton. Menurutnya menjaga cadangan beras nasional adalah hal yang sangat penting. "Kita tidak mau mengambil resiko terhadap iklim yang seperti ini jadi sekali lagi, saya katakan kebijakan untuk memperkuat cadangan beras kita menjadi penting karena negara lain begitu," terangnya.
Sebagai gambarang konsumsi di masyarakat selama 1 bulan sebesar 2.6 juta ton. Sementara Konsumsi raskin 260.000 ton per bulan. Dengan demikian dari 2.6 juta ton itu ada 260,000 beras raskin. Sehingga yang di luar raskin ada 2.4 juta ton untuk masyarakat umum.
Sementara itu Mustafa bila harga beras lebih tinggi jika dibandingkan dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), maka akan dikreasikan dengan memanfaatkan dana transportasi. "Kalau harga di atas HPP bisa dipakai insentif dana transportasi. Jadi, biaya transportasi itu dipakai untuk menutup harga yang tidak masuk ke HPP" katanya.
Mustafa mencontohkan jika HPP beras sebesar Rp 5.000 per kilogram sedangkan harga di masyarakat Rp 5.200 per kilogram. Sisa kekuranganya Rp 200 bisa diambil dari dana transportasi. "Dari Jakarta ke Cianjur ongkos bawa beras 200 perak per kilogram. Kalau diadakan di Jawa Barat, yang 200 boleh dipakai, tidak perlu bawa beras dari DKI," katanya.