REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menegaskan fluktuasi nilai tukar rupiah saat ini merupakan imbas situasi di luar negeri semata. Meski kembali menguat di penutupan, Jumat (13/8), BI menepis pelemahan rupiah tiga hari sebelumnya merupakan kompromi atas desakan eksportir yang disuarakan Pemerintah. Di sisi lain, penguatan rupiah tak harus dikhawatirkan ketika penguatan nilai tukar terjadi di seluruh kawasan.
‘’Tidak demikian (kompromi atas desakan eksportir, red). Pelemahan rupiah semata-mata karena sentimen negatif global,’’ kata Deputi Gubernur Hartadi A Sarwono, Jumat (13/8) petang. Dia menyebutkan pengaruh terkuat berasal dari sentimen di Amerika dan Cina.
Basis argumennya, sebut Hartadi, pelemahan nilai tukar tidak hanya menimpa rupiah. ‘’Pelemahan terjadi pada semua mata uang di regional ini,’’ kata dia.
Itu pun, tambah Hartadi, sudah berbalik menguat kembali karena arus modal masuk melalui pembelian surat berharga. ‘’Karenanya penguatan rupiah hari ini bersamaan juga dengan membaiknya harga saham,’’ kata dia.
BI, ujar Hartadi, memang harus menjaga penguatan rupiah tidak terlalu cepat dengan melakukan intervensi pasar. Tapi, intervensi hanya dilakukan untuk meredam fluktuasi agar nilai tukar tidak menguat atau melemah terlalu cepat. ‘’Jangan lupa kita masih mengikuti rezim nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate), dimana nilai tukar ditentukan kekuatan supply dan demand,’’ papar dia.
Hartadi berpendapat daya saing ekspor tidak akan terlalu merosot, ketika penguatan rupiah terjadi bersamaan dengan mata uang regional. ‘’Kita tidak perlu terlalu khawatir dengan competitiveness ekspor kita,’’ kata dia. Apalagi, tambah Hartadi, hal ini juga terjadi pada Cina, sebagai tujuan ekspor komoditas utama Indonesia.
Sebelumnya Pjs Gubernur BI Darmin Nasution juga berpendapat tak ada yang istimewa dalam fluktuasi rupiah akhir-akhir ini. ‘’Tidak ada yang luar biasa, tidak ada yang aneh. Lebih karena persoalan perkembangan ekonomi di berbagai negara tidak terlalu bagus,’’ kata dia, Jumat (13/8).
Menurut Darmin, pemilik dana merasa kahawatir dengan perkembangan ekonomi di beberapa negara maju. ‘’Kita ini kan menghadapi situasi yang selalu agak aneh. (Yaitu) kalau pemilik dana khawatir atau tidak merasa aman,dia pergi ke negara yang aman. (Tapi) kalau situasi bagus, dia juga pergi ke sana,’’ keluh dia.
Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Perry Warjiyo, pun meminta tak perlu gampang kaget menyikapi fluktuasi nilai tukar rupiah. ‘’Ini temporer, dan menurut saya tren ke penguatan,’’ kata dia, Jumat (13/8).
Pelemahan rupiah yang sempat menyela dua pekan penguatan berturut-turut, menurut Perry, tidak ada indikasi yang mengkhawatirkan. ‘’Trennya (aliran modal) masih mengalir ke //emerging// dan Indonesia,’’ kata dia.