Sabtu 19 Jun 2010 04:36 WIB

Mentan: Awasi Izin Konversi Lahan

Rep: EH Ismail/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Menteri Pertanian, Suswono, mengimbau kepada seluruh pihak untuk mengawasi pemberian izin konversi lahan yang dilakukan bupati atau wali kota. Banyaknya incumbent bupati atau wali kota yang maju kembali dalam pencalonan pemilihan kepala daerah, ditenggarai turut memicu mudahnya pemberian izin konversi lahan, khususnya lahan pertanian produktif.

“Bisa saja bupati atau wali kota memanfaatkan pemberian izin-izin konversi lahan untuk menunjang biaya pilkada. Hal ini harus diawasi secara cermat,” ujar Suswono di Jakarta, Jumat (18/6).

Menurut Suswono, selama ini laju alih fungsi lahan pertanian sudah sangat mengkhawatirkan dengan angka mencapai 100 ribu hektare per tahun. Konversi lahan paling parah terjadi di Pulau Jawa. Umumnya, lahan-lahan pertanian berubah fungsi menjadi kawasan perumahan, pertokoan modern, dan wahana rekreasi.

Dengan fakta demikian, Suswono menyatakan, salah satu cara yang paling efektif untuk mencapai target swasembada sejumlah komoditas pangan adalah pembukaan lahan baru. Untuk tanaman pangan seperti padi, pembukaan sawah-sawah baru mutlak dilakukan dengan cepat. “Karena setiap pengurangan lahan pertanian sedikit-banyak akan berpengaruh pada produktivitas tanaman pangan. Padahal produktivitas harus terus kita tingkatkan untuk swasembada,” papar Mentan.

Guna mengejar peningkatan lahan-lahan pertanian baru, pemerintah menargetkan ada penambahan lahan sampai 50 ribu hektare setiap tahunnya. Sayangnya, anggaran untuk pembukaan lahan sawah tahun ini hanya cukup untuk kapasitas 30 ribu hektare sawah. “Artinya tahun depan anggarannya harus tersedia di atas 50 ribu hektare. Kalau tidak produktivitas kita akan terus terancam.”

Kecuali mengandalkan anggaran negara, kata dia, saat ini pemerintah juga memfokuskan diri pada keterlibatan peran swasta untuk pembukaan lahan baru. Melalui program usaha pertanian skala luas (food estate), Suswono optimistis defisit lahan akan teratasi dan produktivitas juga meningkat. “Kita punya potensi lahan yang idle sangat luas. Ini bisa dimanfaatkan investor untuk berperan dalam usaha pertanian industrial,” imbuhnya.

Moratorium hutan antara pemerintah dan Norwegia yang membatasi adanya alih fungsi hutan untuk penggunaan lain, tak perlu dikhawatirkan terlalu jauh. Moratorium, kata Suswono, hanya membatasi alih fungsi hutan alam primer dan lahan gambut. “Sementara lahan //idle// kita tidak termasuk dalam hutan alam primer dan lahan gambut. Jumlahnya ada 7,8 juta hektare dan alokasi untuk pertanian sudah ditentukan 2,89 juta hektare.”

Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Achmad Mangga Barani, menambahkan, pemerintah tidak akan memberikan izin pembukaan lahan baru untuk usaha perkebunan sawit. Alasannya, saat ini luas areal tanam sawit yang mencapai 7,9 juta hektare sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sawit, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.

Lagipula, saat ini masih ada 1,9 juta lahan sawit yang sudah memperoleh izin namun belum juga ditanami pohon. “Untuk investasi di bidang perkebunan yang mempunyai potensi menggiurkan saat ini adalah industri pengolahan kakao. Kalau untuk sawit sudah cukup dan tinggal peningkatan produktivitas,” tandas Mangga Barani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement