REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap penghimpunan dana (fundraising) oleh korporasi di pasar modal Indonesia terus ditingkatkan, meski tahun ini target Rp 220 triliun telah berhasil dilampaui. Hal ini disampaikan Kepala Departemen Pengawas Emiten dan Perusahaan Publik OJK Novira Indrianingrum di Jakarta, Jumat (12/12/2025).
Berdasarkan catatan OJK, total nilai penawaran umum oleh korporasi per akhir November 2025 (year to date/ytd) mencapai Rp 238,68 triliun atau naik Rp 3,89 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya.
“Hal ini terutama didorong oleh penawaran umum terbatas (PUT) dan penawaran umum efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) tahap II,” kata Novira dalam kegiatan Hari Ulang Tahun Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) ke-37 di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat.
“Kalau bisa raising fund di pasar modal Rp 1.000 triliun per tahun (merujuk pada pernyataan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara pada acara Dialog Akhir Tahun OJK dengan IJK). Karena kredit korporasi itu bisa Rp 6.000 triliun–Rp 8.000 triliun per tahun,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa peningkatan penghimpunan dana tersebut menjadi harapan bersama untuk mendorong pasar modal sebagai sarana pembiayaan ekspansi korporasi Indonesia.
Secara keseluruhan, OJK mencatat bahwa kinerja pasar menunjukkan perkembangan positif. IHSG pada akhir November ditutup di level 8.508,71 atau naik 4,22 persen secara bulanan (month to month/mtm), sekaligus kembali mencetak rekor tertinggi (ATH) di 8.602,13 pada 26 November 2025.
Kapitalisasi pasar saham BEI pada tanggal 26 November 2025 mencapai Rp 15.711 triliun.
Likuiditas transaksi meningkat tajam pada semester II 2025, seiring melonjaknya aktivitas investor individu. Rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) saham November 2025 mencapai rekor tertinggi Rp 23,14 triliun atau secara ytd sebesar Rp 17,22 triliun.
Minat investor asing juga menguat, tercermin dari net buy Rp 12,20 triliun (mtm) pada November 2025. Secara ytd, akumulasi net sell investor asing menjadi Rp 29,58 triliun.
Dari sisi jumlah investor, terdapat penambahan 476 ribu investor baru pada November 2025. Secara ytd, jumlah investor meningkat 4,80 juta menjadi 19,67 juta atau tumbuh 32,29 persen.
Meski kinerja positif, Novira mengingatkan agar hal ini tidak membuat pemangku kepentingan mengabaikan sejumlah agenda perbaikan.
Menurutnya, agenda penguatan tata kelola, transparansi, penerapan ESG, dan komitmen keberlanjutan tetap menjadi prioritas. AEI pun dinilai berperan strategis sebagai mitra OJK dalam meningkatkan kualitas governance emiten melalui edukasi dan pembinaan.
Ia juga menyoroti capaian Indonesia dalam ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS), di mana skor nasional meningkat, dua emiten masuk 10 besar, dan jumlah perusahaan dalam ASEAN Asset Class naik dari sembilan menjadi 23.
Capaian ini, ujar Novira, merupakan hasil kolaborasi OJK, Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) melalui coaching clinic yang diselenggarakan untuk mempersiapkan emiten mengikuti ACGS.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) kini memperkuat penekanan pada prinsip etika dan tata kelola dalam pengembangan kebijakan governance nasional.
Sementara itu, OJK juga tengah merevisi POJK 51/2017, memperbarui Taksonomi Keuangan Berkelanjutan, serta bersiap mewajibkan emiten berkapitalisasi besar menerapkan Pedoman Standar Pelaporan Keberlanjutan (PSPK) 1 dan PSPK 2.
Novira pun berharap penerapan berbagai aturan tersebut dapat mendorong emiten memperkuat tata kelola serta memperkokoh kredibilitas pasar modal Indonesia sehingga mampu menarik kepercayaan investor dan bersaing lebih baik di tingkat global.