REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat bersama Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengungkap skema Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan oleh terpidana berinisial TB. TB sebelumnya telah divonis bersalah dalam perkara penggelapan pajak, dan kini kasus tersebut resmi dibawa ke pengadilan.
“Terpidana TB melakukan berbagai skema pencucian uang atas hasil tindak pidana di bidang perpajakan, antara lain dengan menempatkan uang tunai ke sistem perbankan, mengonversi ke mata uang asing, mentransfer dana ke luar negeri, serta membelanjakannya dalam bentuk aset,” tulis DJP dalam keterangannya, dikutip Ahad (2/11/2025).
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
DJP mengungkapkan pihak berwenang telah memblokir aset hasil penggelapan pajak tersebut dengan nilai mencapai puluhan miliar rupiah. “Sebagai bagian dari proses penegakan hukum, sejumlah aset senilai sekitar Rp58,2 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana pajak telah dilakukan pemblokiran dan penyitaan. Aset tersebut mencakup uang dalam rekening bank, obligasi, kendaraan, apartemen, dan bidang tanah,” jelas DJP.
DJP menerangkan, sebelumnya, terpidana TB terbukti sebagai salah satu beneficial owner dari Wajib Pajak (WP) PT UP. Yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 5802 K/Pid.Sus/2024 tanggal 19 September 2024, yang telah berkekuatan hukum tetap.
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara selama tiga tahun serta denda sebesar Rp634,7 miliar, setelah membatalkan vonis bebas pada pengadilan tingkat pertama di PN Jakarta Pusat tanggal 3 Agustus 2023.
Dalam mengungkap kasus penggelapan pajak tersebut, DJP berkoordinasi dengan berbagai otoritas perpajakan di sejumlah negara, mengingat adanya transaksi keuangan lintas negara dalam perkara ini, seperti otoritas perpajakan di Singapura, Malaysia, dan British Virgin Islands.
“Terkait aset dan dana yang diduga disembunyikan oleh terpidana TB di luar negeri, DJP saat ini sedang menempuh mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) atau timbal balik dalam masalah pidana antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura untuk meminta penyitaan aset terkait,” ujar DJP.
DJP menegaskan, kolaborasi dalam penegakan hukum merupakan bagian dari komitmen lembaga tersebut untuk melindungi penerimaan negara dan menegakkan keadilan bagi WP yang patuh. DJP juga menekankan bahwa tidak ada ruang bagi pelaku tindak pidana pajak untuk menikmati hasil kejahatannya.