Ahad 19 Oct 2025 17:28 WIB

KCJB di Persimpangan: Menyelamatkan atau Membiarkan Proyek Whoosh?

Tanpa solusi konkret, utang KCJB berisiko menekan keuangan KAI dan Danantara.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Friska Yolandha
Presiden RI Prabowo Subianto naik Kereta Cepat Whoosh di Stasiun Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (6/8/2025) malam WIB.
Foto: BPMI Setpres
Presiden RI Prabowo Subianto naik Kereta Cepat Whoosh di Stasiun Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (6/8/2025) malam WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) dinilai tengah berada di persimpangan antara penyelamatan atau pembiaran. Pemerintah menegaskan utang proyek tidak akan ditanggung APBN. Namun, tanpa solusi konkret, beban finansial yang menekan PT Kereta Api Indonesia (KAI) bisa menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan BUMN tersebut.

“Ini proyek yang potensi manfaat ekonominya terbatas, tetapi biayanya sangat tinggi. Inovasi seperti mendongkrak lewat wisata tidak akan menolong, mengingat gap arus kasnya sangat besar,” kata Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, kepada Republika, Ahad (19/10/2025).

Baca Juga

Wijayanto menegaskan, menolak penggunaan APBN memang populer di kalangan publik. Namun, keputusan itu bisa berakibat fatal bagi KAI dan Danantara.

“Menolak menggunakan APBN, kendati populer, bisa berarti mematikan BUMN yang diberi mandat, dan mungkin juga Danantara,” ujarnya.

Menurut dia, pemerintah harus mencari solusi jalan tengah agar restrukturisasi utang tidak menjadi bom waktu fiskal. “Diperlukan langkah bersama antara Danantara dan Kementerian Keuangan untuk berbagi beban. Jika ada pelanggaran hukum, proses hukum tetap jalan, tetapi solusi realistis tetap harus dicari,” ucapnya.

Ia menilai, ide menjadikan kereta cepat sebagai destinasi wisata bukanlah solusi struktural. “Seperti saya sampaikan, upaya kreatif seperti wisata tidak akan banyak membantu,” kata Wijayanto.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement