Selasa 23 Sep 2025 12:45 WIB

Pemerintah Targetkan B50 untuk Dukung Transisi Energi Bersih 2026

Kebutuhan FAME diproyeksikan capai 19 juta kiloliter untuk program biodiesel.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Friska Yolandha
Kendaraan mengikuti peluncuran uji jalan penggunaan B40 di halaman Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (27/7/2022). Uji jalan kendaraan dengan bahan bakar biodiesel campuran minyak sawit 40% (B40) tersebut menempuh jarak mencapai 50 ribu km dan 40 ribu km sebagai upaya pemerintah untuk percepatan pengembangan energi baru terbarukan.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Kendaraan mengikuti peluncuran uji jalan penggunaan B40 di halaman Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (27/7/2022). Uji jalan kendaraan dengan bahan bakar biodiesel campuran minyak sawit 40% (B40) tersebut menempuh jarak mencapai 50 ribu km dan 40 ribu km sebagai upaya pemerintah untuk percepatan pengembangan energi baru terbarukan.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengevaluasi rencana penerapan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan campuran biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 50 persen (B50) pada 2026. Informasi ini disampaikan Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung saat ditemui di Hotel JW Marriott, Jakarta, Selasa (23/9/2025).

Yuliot menjelaskan, kebijakan ini dipersiapkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Itu sejalan dengan agenda nasional. Apalagi kalau bukan demi mempercepat transisi menuju energi bersih. 

"Kita dari Kementerian SDM, Dirjen EBTKE kan sudah melakukan konsolidasi. Jadi, kita mengharapkan B50 tahun 2026 itu bisa diimplementasikan. Ya berarti kalau B50, ketergantungan kita terhadap energi fosil itu kan bisa dikurangi," kata Wamen ESDM.

Menurut Yuliot, penerapan B50 akan berdampak positif terhadap lingkungan. Seperti sudaah disinggung di atas, langkah demikian sejalan dengan target pemerintah mencapai net zero emission. 

"Justru ini lebih baik ke depan. Bagian dari upaya kita juga untuk pencapaian net zero emission," ujarnya

Wamen ESDM menerangkan, saat ini pemerintah masih melakukan assessment untuk memastikan ketersediaan bahan baku Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang digunakan dalam biodiesel. Untuk kebutuhan B45 diperkirakan mencapai 17 juta kiloliter, sedangkan penerapan B50 diproyeksikan membutuhkan sekitar 19 juta kiloliter.

"Assessment ini kita lakukan untuk memetakan apakah ketersediaan FAME cukup, tapi kita dorong implementasi B50 pada 2026,” tutur Yuliot.

Selama lebih dari satu dekade Indonesia telah menjalankan program mandatori biodiesel sebagai upaya menekan impor solar dan meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Program ini dimulai dengan B20 pada 2016, kemudian meningkat menjadi B30 pada 2020, dan B35 pada 2023. Pada 2025, pemerintah melanjutkan tahap transisi ke B45.

Selain aspek energi, kebijakan biodiesel juga menjadi strategi hilirisasi sawit yang mendorong peningkatan nilai tambah produk domestik. Dengan kapasitas produksi FAME yang terus ditingkatkan, Indonesia berupaya menyeimbangkan antara kebutuhan energi dalam negeri, keberlanjutan industri sawit, serta komitmen global terhadap penurunan emisi karbon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement