Selasa 23 Sep 2025 10:45 WIB

Kementan: Pengadaan Alsintan Utamakan Kebutuhan Petani, Transparan, dan Keadilan

Secara berkala Kementan mengevaluasi kinerja alsintan yang digunakan petani.

Kementan menegaskan setiap pengadaan alsintan dilakukan transparan. Seluruh proses melalui prosedur yang berlaku dan ketersediaan anggaran.
Foto: Kementan
Kementan menegaskan setiap pengadaan alsintan dilakukan transparan. Seluruh proses melalui prosedur yang berlaku dan ketersediaan anggaran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan, pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan) selalu dilakukan secara transparan, profesional, dan berorientasi pada kepentingan petani.

Seluruh proses mengikuti prosedur yang berlaku, mempertimbangkan kebutuhan teknis di lapangan, efektivitas penggunaan, serta ketersediaan anggaran. Prinsip ini berlaku sama bagi semua penyedia alsintan dalam negeri tanpa pengecualian.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan, Moch Arief Cahyono menjelaskan, pemerintah konsisten memperkuat industri alsintan nasional.

Upaya tersebut diwujudkan melalui penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen, penyaluran bantuan sesuai regulasi, sertifikasi produk untuk memastikan kelayakan teknis, serta pengadaan yang akuntabel.

“Kebijakan ini berlaku menyeluruh. Setiap produsen yang memenuhi standar kualitas, spesifikasi teknis, dan mekanisme e-katalog memiliki kesempatan yang sama. Kami ingin memastikan bantuan alsintan benar-benar bermanfaat bagi petani sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional,” ujar Arief dalam keterangan Selasa (23/9/2025).

Saat ini, pengadaan alsintan mengikuti aturan terbaru LKPP yang mewajibkan penggunaan E-Katalog versi 6 mulai 1 Januari 2025.

Dengan sistem ini, proses pengadaan diharapkan lebih cepat, harga lebih efisien, dan transaksi lebih luas. Mekanisme tersebut mencakup pemanfaatan e-katalog, mini kompetisi di e-purchasing, serta peningkatan peran pelaku pengadaan.

Arief menambahkan, Kementan secara berkala mengevaluasi kinerja alsintan yang digunakan petani. Hasil evaluasi menjadi dasar penyesuaian jenis maupun jumlah alat yang diadakan, demi menjamin efektivitas dan kualitas bantuan.

“Kami mendukung industri lokal, tetapi kualitas produk dan layanan purna jual juga harus memadai agar tidak membebani petani,” tegasnya.

Isu pembelian 1.000 unit alsintan

Menanggapi pemberitaan mengenai klaim janji pembelian 1.000 unit alsintan oleh salah satu pengusaha di Madiun, Kementan menegaskan isu tersebut merupakan permasalahan lama yang kembali mencuat.

Itu terjadi 10 tahun lalu, dan pemerintah sudah melakukan pembelian sesuai kebutuhan petani. Selain itu, khusus di Madiun tidak ada dokumen resmi, seperti kontrak atau surat pesanan, yang secara formal mengikat pembelian tersebut.

Penyampaian Presiden pada kunjungan ke Madiun pada Maret 2015 lebih dimaknai sebagai dukungan umum terhadap industri alsintan lokal, dan berlaku secara umum.

“Bukan berarti terus dianggap berjanji. Kami menyadari tidak banyak orang yang senang dengan ketatnya sistem pengadaan di Kementan. Mafia pangan pasti tidak suka. Pak Mentan tidak pernah tolelir urusan kualitas dan pengadaan barang. Saat ini saja sudah 36 tersangka yang terlibat pengadaan barang. Beliau sendiri yang melaporkan polisi,” jelas Arief.

Sebagai tindak lanjut, Kementan akan menelusuri dokumen pengadaan sebelumnya untuk memastikan tidak ada komitmen sah yang terabaikan, sekaligus menjaga akurasi informasi di ruang publik.

“Ke depan, para produsen alsintan diharapkan meningkatkan kualitas produk sesuai regulasi pengadaan, termasuk lulus uji sertifikasi, memenuhi SNI, dan memenuhi TKDN minimal 40 persen. Hal ini penting agar bantuan alsintan benar-benar memberikan manfaat optimal bagi petani. Kita lindungi petani dari barang yang kurang berkualitas,” kata Arief.

Evaluasi pengadaan sebelumnya

Menurut pemberitaan tahun 2022, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan saat itu, Mohammad Takdir Mulyadi, menyebutkan pemerintah memang pernah melakukan pembelian dalam jumlah terbatas melalui APBN dan APBD.

Evaluasi pada 2022 mencatat adanya kendala teknis dalam pemenuhan regulasi pengadaan serta keterbatasan nilai guna produk sehingga memicu sejumlah keluhan dari petani. Berdasarkan evaluasi tersebut, Kementan membatasi pengadaan produk terkait demi menjaga kualitas bantuan.

Takdir menyebutkan pada 2015, Kementan melalui dana Tugas Pembantuan (APBN yang dialokasikan ke daerah) mengadakan 400 unit combine kecil. Pada 2016, alokasi serupa kembali dilakukan untuk 600 unit.

Namun, tidak seluruh unit yang dibeli merupakan merek perusahaan domisili Madiun karena keputusan produk didasarkan pada hasil survei tim provinsi.

“Jadi tidak benar pemerintah tidak membeli. Bahkan tahun berikutnya masih dibeli produk tersebut. Namun produk yang dibeli tidak seluruhnya merek tersebut karena keputusan produk mana yang dibeli sangat tergantung kebutuhan dan pada hasil survei tim provinsi. Pemerintah juga punya keterbatasan anggaran,” kata Takdir saat itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement