Kamis 11 Sep 2025 07:28 WIB

BI Tegaskan Skema Burden Sharing SBN Saat Ini Beda dengan Saat Covid-19

Skema pembagian beban bunga dilakukan demi mendukung program prioritas pemerintah.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Bank Indonesia (BI) menegaskan pembelian surat berharga negara (SBN) dalam kerja sama dengan Kementerian Keuangan berupa pembagian beban bunga atau burden sharing untuk mendukung program Asta Cita, dilakukan melalui pasar sekunder.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Bank Indonesia (BI) menegaskan pembelian surat berharga negara (SBN) dalam kerja sama dengan Kementerian Keuangan berupa pembagian beban bunga atau burden sharing untuk mendukung program Asta Cita, dilakukan melalui pasar sekunder. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menegaskan pembelian surat berharga negara (SBN) dalam kerja sama dengan Kementerian Keuangan berupa pembagian beban bunga atau burden sharing untuk mendukung program Asta Cita, dilakukan melalui pasar sekunder. Karena itu, burden sharing kali ini berbeda dengan skema pada masa darurat Covid-19 yang dilakukan melalui pasar primer.

Burden sharing yang sekarang ini berbeda dengan burden sharing pada zaman Covid. Burden sharing ini adalah untuk pembelian SBN di pasar sekunder,” tegas Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, di Kompleks DPR RI, Rabu (10/9/2025).

Baca Juga

Denny menjelaskan, pada masa darurat Covid-19 lalu, BI diperbolehkan membeli SBN di pasar primer selama tiga tahun. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19.

“Dan tentunya Undang-Undang itu sudah kadaluarsa untuk BI. Sehingga, apa yang dilakukan BI setelah Undang-Undang itu adalah kembali kepada Undang-Undang Bank Indonesia. Artinya, BI hanya boleh membeli di pasar primer untuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang berjangka pendek,” jelasnya.

Adapun untuk obligasi negara jangka panjang, lanjut Denny, hanya bisa dibeli di pasar sekunder. Ia menegaskan BI patuh pada aturan tersebut. Kesepakatan burden sharing dengan Kemenkeu kali ini, menurutnya, bertujuan membantu likuiditas pasar uang maupun perbankan untuk mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo, terutama sektor perumahan dan koperasi desa merah putih (KDMP).

“Partisipasi BI adalah dengan melakukan pembagian beban bunga. Menghitungnya adalah yield SBN 10 tahun dikurangi dengan penempatan dana pemerintah di lembaga keuangan. Itu kemudian dibagi dua, hasilnya separuh menjadi beban pemerintah dan separuh menjadi beban BI,” bebernya.

Mengenai besarannya, Denny belum bisa memastikan. Namun, ia menjamin akan disampaikan secara berkala.

Denny juga menegaskan kesepakatan burden sharing dengan Kementerian Keuangan tidak melanggar undang-undang. “Jadi, tidak ada pembelian SBN jangka panjang di pasar primer karena itu melanggar undang-undang. Tidak ada BI mencetak uang baru. Ini bagian dari BI untuk meringankan beban pemerintah,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement