REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Center of Economic and Law Studies (Celios) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan sejumlah lembaga lain membentuk Danantaramonitor.org. Platform tersebut menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengawasi kinerja Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, mengatakan pembentukan Danantaramonitor berangkat dari kegelisahan pengamat, akademisi, dan NGO dari berbagai bidang, tidak hanya ekonomi dan energi, tetapi juga pemberantasan korupsi. BPI Danantara dinilai perlu diawasi mengingat dana kelolaannya yang terbilang fantastis. Diketahui, selain Celios dan ICW, inisiatif tersebut juga dilakukan bersama Trend Asia, Yayasan Indonesia Cerah, dan Climate Change.
“Kami melihat bahwa Danantara pengelolaan dananya hampir 1 triliun dolar AS (Rp 1.600 triliun), dan menjadi salah satu lembaga sovereign wealth fund (SWF) yang cukup besar di dunia, prosesnya proyek-proyek yang dipilih sepertinya kurang melibatkan partisipasi publik dan kurang transparan. Jadi, kami membentuk platform Danantaramonitor,” kata Bhima dalam acara Launching Danantaramonitor.org di Celios Hub, Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Bhima menuturkan, Danantaramonitor akan mengawasi BPI Danantara dari berbagai aspek, terutama aspek governance meliputi transparansi, partisipasi, hingga safeguard. Ia menyebut jangan sampai Danantara salah memilih proyek, termasuk persoalan patriot bond yang belakangan ini menjadi salah satu isu hangat.
“Lalu, kami mau shifting narasinya, atau olah narasinya, bahwa Danantara dengan dividen dan aset BUMN yang sangat besar diminta Pak Prabowo untuk bisa menghasilkan 50 miliar dolar AS atau sekitar Rp 800 triliun dalam bentuk kontribusi pada negara,” ujar Bhima.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti ICW, Yassar Aulia, mengatakan salah satu alasan utama ICW ikut bergabung dalam Danantaramonitor ialah karena dari perspektif tata kelola dan pencegahan korupsi ada bahaya yang cukup kentara jika tidak dicegah lewat pengawasan.
“Tiga masalah utama mengenai tata kelola, yakni yang pertama Danantara nihil transparansi publik, yang kedua, asetnya jumbo tetapi jaring pengaman atau safeguard dalam konteks pencegahan korupsi justru dipersempit, dan yang ketiga yakni intervensi politik sangat kental,” ungkap Yassar.