Jumat 25 Jul 2025 15:44 WIB

Tren Rojali Cerminkan Tekanan Finansial Rumah Tangga, Pemerintah Perlu Intervensi

Kondisi sulit ditandai oleh turunnya tabungan dan naiknya pinjaman daring.

Pengunjung memadati area Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta saat gelaran Jakarta Fair 2025 di Jakarta, Sabtu (21/6/2025). Gelaran Jakarta Fair 2025 menjadi pilihan warga untuk mengisi waktu libur akhir pekan dengan menyajikan beragam wahana permainan anak, bazar diskon produk hingga panggung hiburan. Jakarta Fair 2025 kali ini mengusung tema Semangat Inovasi dan Karya Bangsa yang Berkelanjutan yang digelar dalam rangka perayaan HUT ke-498 Jakarta. Kegiatan tersebut berlangsung sekitar satu bulan dari 19 Juni hingga 13 Juli mendatang yang diharapkan mampu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui produk lokal, inovasi, dan penguatan ekosistem usaha.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung memadati area Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta saat gelaran Jakarta Fair 2025 di Jakarta, Sabtu (21/6/2025). Gelaran Jakarta Fair 2025 menjadi pilihan warga untuk mengisi waktu libur akhir pekan dengan menyajikan beragam wahana permainan anak, bazar diskon produk hingga panggung hiburan. Jakarta Fair 2025 kali ini mengusung tema Semangat Inovasi dan Karya Bangsa yang Berkelanjutan yang digelar dalam rangka perayaan HUT ke-498 Jakarta. Kegiatan tersebut berlangsung sekitar satu bulan dari 19 Juni hingga 13 Juli mendatang yang diharapkan mampu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui produk lokal, inovasi, dan penguatan ekosistem usaha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyoroti sejumlah faktor bertambahnya fenomena rojali (rombongan jarang beli) dan rohana (rombongan hanya nanya) yang belakangan ini ramai diperbincangkan. Kedua istilah ini ditujukan bagi pengunjung pusat perbelanjaan secara beramai-ramai, tapi tidak melakukan transaksi pembelian atau berbelanja.

Faisal, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (25/7/2025), menilai faktor utama dari adanya rojali dan rohana adalah kondisi finansial masyarakat.

Baca Juga

Beberapa di dalamnya meliputi uang yang semakin sulit untuk ditabung, lesunya daya beli, hingga pinjaman dana yang makin mudah untuk diakses tapi berat untuk diselesaikan tanggung jawabnya.

“Bisa kita lihat dari tingkat tabungan yang mengalami penurunan, tingkat penjualan sektor riil, penjualan barang ritel yang turun di triwulan kedua daripada triwulan satu, serta pinjaman yang meningkat terutama melalui fintech lending,” kata Faisal.

“Ini yang menunjukkan bahwa di kalangan masyarakat sebetulnya terbatas dari sisi kemampuan finansial mereka,” ujarnya menambahkan.

Sependapat, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai, hal ini juga didorong oleh tren kenaikan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di beberapa sektor industri, yang mempengaruhi konsumsi masyarakat.

“Memang saat ini daya beli masyarakat berkurang karena kenaikan jumlah PHK di sejumlah industri. Di sisi lain, ada kenaikan harga harga bahan pokok,” ujar Esther.

Baik Faisal maupun Esther sepakat bahwa diperlukan adanya intervensi pemerintah untuk mendongkrak daya beli melalui solusi yang berdampak luas dan berkelanjutan.

“Penciptaan lapangan pekerjaan dengan meningkatkan investasi yang bersifat padat karya. Kemudian melonggarkan dan mendorong wirausaha agar mereka yang terkena PHK bisa menciptakan lapangan kerja sendiri,” kata Esther.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso pada Kamis (24/7) menyebut fenomena rojali di pusat perbelanjaan bukanlah hal baru.

Menurut dia, masyarakat bebas untuk menentukan pilihan untuk berbelanja secara daring ataupun luring, serta memberikan penilaian kualitas terlebih dahulu secara langsung sebelum membelinya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan fenomena ini akan berkurang apabila daya beli masyarakat kembali membaik melalui sejumlah kebijakan atau insentif pemerintah.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement