REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mengatakan pihaknya menyiapkan tiga langkah guna mewujudkan nihil angkutan over dimension over loading (ODOL). Pengaturan mengenai hal itu mandek selama 16 tahun.
“Pengaturan ODOL ini sudah berjalan sedemikian lama, tapi tidak kita laksanakan sebagaimana mestinya, 16 tahun (tertunda),” kata Menhub saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Ia menyebutkan pada 2025, Kemenhub bersama Korlantas Polri dan Jasa Marga akan menjalankan tiga langkah. Pertama, sosialisasi untuk mengingatkan kembali para pemangku kepentingan terhadap komitmen bebas ODOL.
Kedua, pengumpulan data truk ODOL yang melibatkan Jasa Marga, serta ketiga, penindakan oleh pihak kepolisian.
“Tahap sosialisasi dilakukan selama satu bulan, sudah berlangsung sejak awal Juni. Di tahap ini tidak ada penindakan dan jika sudah berakhir, kami akan melakukan evaluasi. Sejauh ini, pihak kepolisian dan Jasa Marga sangat mendukung aksi yang kami lakukan,” ujar Menhub.
Selain tiga langkah tersebut, Kemenhub melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat juga akan memberikan pelatihan kepada pengemudi truk yang mencakup aspek teknis dan edukasi ketentuan jalan raya, layaknya pelatihan bagi pilot, masinis, atau nakhoda.
Dijelaskan bahwa implementasi kebijakan zero ODOL telah dicanangkan sejak 2017. Namun, belum berjalan optimal akibat berbagai penundaan dan keberatan dari sejumlah pihak.
Meski sudah disepakati oleh para pemangku kepentingan untuk diterapkan pada 2023, kebijakan zero ODOL terus tertunda sejak 2017 akibat permintaan relaksasi dari kalangan pengemudi dan pelaku usaha logistik nasional.
Padahal, lanjut dia, regulasi mengenai larangan kelebihan dimensi dan beban pada kendaraan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, atau sejak 16 tahun lalu.
Penundaan panjang ini, menurut dia, berdampak langsung pada keselamatan masyarakat, terbukti dari meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan ODOL dan memicu ribuan korban jiwa setiap tahunnya.
Oleh karena itu, penanganan angkutan ODOL di Indonesia harus segera dilaksanakan dan tidak bisa lagi ditunda, sebab selama ini masalah tersebut telah menyebabkan dampak serius di berbagai aspek.
Dampak yang dimaksud meliputi kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban luka hingga korban jiwa, kemacetan di sejumlah ruas jalan, kerusakan infrastruktur jalan, bahkan peningkatan polusi udara di daerah terdampak.
Data Korlantas Polri menyebutkan terdapat 27.337 kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan barang sepanjang 2024.
Sementara itu, data Jasa Raharja menunjukkan kendaraan ODOL menjadi penyebab kecelakaan nomor dua, dengan 6.390 korban meninggal dunia yang diberikan santunan pada tahun yang sama.
“Adapun terkait kerusakan infrastruktur, diperkirakan butuh anggaran sekitar Rp 43,47 triliun per tahun untuk memperbaiki jalan rusak yang salah satunya disebabkan oleh kendaraan ODOL,” ujar Menhub.
Pada tahun ini, Kemenhub tidak menerbitkan aturan baru terkait angkutan ODOL, melainkan hanya akan menjalankan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta mengingatkan kembali komitmen zero ODOL yang telah disepakati sejak 2017.
Ia menambahkan, jika ada pihak yang keberatan dengan penanganan angkutan ODOL atau ingin memberikan masukan, dirinya sangat terbuka untuk berdiskusi.
Pasalnya, Menhub memahami bahwa sebuah kebijakan pada dasarnya tidak bisa menyenangkan semua pihak.
“Saya terbuka untuk diskusi, tapi bukan untuk menunda. Penundaan hanya akan menimbulkan kerugian-kerugian baru dan justru tidak menyelesaikan akar masalah. Perlu saya tekankan kembali, fokus utama kami adalah keselamatan,” tegas Menhub.