REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, memproyeksikan sebagian besar bank sentral utama dunia akan mempertahankan tingkat suku bunga acuannya setidaknya dalam jangka pendek. Hal ini merespons meningkatnya tensi geopolitik, khususnya di kawasan Timur Tengah.
Bank sentral yang dimaksud antara lain Federal Reserve (The Fed), Bank of England (BoE), European Central Bank (ECB), dan People's Bank of China (PBoC). “Bank sentral utama dunia saat ini cenderung bersikap berhati-hati di tengah ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh perang dagang serta konflik geopolitik,” ujar Josua kepada Antara di Jakarta, Senin (16/6/2025).
Di sisi lain, beberapa bank sentral seperti Swiss National Bank (SNB) dan sejumlah negara pasar berkembang diperkirakan akan melanjutkan siklus penurunan suku bunga sebagai langkah antisipatif terhadap perlambatan ekonomi global dan tekanan deflasi.
Adapun untuk Bank Indonesia (BI), Josua memperkirakan akan mempertahankan tingkat suku bunga acuannya dengan fokus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah risiko eksternal yang meningkat. “Meski ruang pemangkasan suku bunga tetap terbuka di masa mendatang jika kondisi ekonomi domestik memburuk,” katanya.
Josua menjelaskan, ketegangan geopolitik terutama konflik antara Israel dan Iran menambah kompleksitas bagi bank sentral dunia karena mendorong kenaikan harga minyak mentah, emas, dan menyebabkan volatilitas nilai tukar.
Kondisi tersebut membuat bank sentral, terutama di kawasan Asia, lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan moneter guna mengantisipasi risiko inflasi dari lonjakan harga komoditas dan tekanan pada kurs.
Ia juga menyebut negosiasi dagang yang masih berlangsung antara Amerika Serikat dan beberapa negara membuat banyak bank sentral cenderung menunda keputusan besar dalam kebijakan moneternya. “Menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai dampak tarif terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi global,” ujarnya.
Josua menekankan bahwa kebijakan moneter tetap menjadi instrumen strategis bank sentral untuk menopang pertumbuhan ekonomi di tengah ancaman perlambatan global. Namun, efektivitasnya sangat dipengaruhi oleh respons kebijakan fiskal serta dinamika geopolitik yang berkembang.
“Dalam situasi ini, koordinasi kebijakan fiskal pemerintah akan semakin penting sebagai pelengkap stimulus moneter,” ujarnya.
Sebagai informasi, sejumlah bank sentral dunia dijadwalkan menetapkan kebijakan moneternya pada pekan ini, termasuk The Fed, PBoC, Bank of Japan (BoJ), BoE, serta bank sentral di Swiss, Swedia, Norwegia, Turki, Brasil, Filipina, Taiwan, dan Bank Indonesia. Sementara itu, ketegangan di Timur Tengah masih memanas, dengan eskalasi serangan rudal antara Iran dan Israel yang saling berbalas dalam beberapa waktu terakhir.