REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menyatakan, impor sapi perah yang dilakukan oleh pihaknya bertujuan untuk mengurangi ketergantungan susu impor (subtitusi) dan memenuhi kebutuhan susu domestik. Pada tahun ini, dilaksanakan importasi sapi perah mencapai 250 ribu ekor.
"Yang sekarang kita konsumsi susu, yang di mana konsumsi susu per kapita kita juga masih rendah, itu pun 80 persennya masih impor. Kita ingin gap impor kita perbaiki, di samping juga ada market baru namanya Makan Bergizi Gratis (MBG). Maka, mau tidak mau ini kan kejar-kejar antara waktu, antara kebutuhan sama suplainya," kata dia ditemui di Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Dia mengatakan, dalam melakukan impor sapi tersebut pihaknya tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan mendorong pengusaha untuk mendatangkan sapi betina bunting ke Tanah Air.
"So far sih oke," katanya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, dalam waktu dekat akan datang sapi betina bunting sebanyak 2.000 ekor. Hal ini akan dilakukan secara bertahap, sehingga target impor sapi perah tahun ini terpenuhi.
"Kita push terus untuk supaya mereka mendatangkan sapi hidup yang masuknya untuk investasi tadi," ujarnya.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mendukung upaya Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman untuk mewajibkan industri pengolahan susu (IPS) menyerap susu segar dalam negeri (SSDN) dari peternak dan pengepul sebagai bahan baku industri.
"Langkah ini membuktikan keberpihakan pemerintah kepada para peternak rakyat,” ujar Menperin.
Menperin menyatakan, produksi SSDN domestik saat ini baru memenuhi kebutuhan industri pengolahan susu sebesar 20 persen atau sekitar 750 ribu ton.
Dari jumlah tersebut, sekitar 530 ribu ton bahan baku susu segar dipasok oleh Gabungan Koperasi Susu Indonesia yang terdiri dari 59 koperasi dan 44.000 peternak dengan kualitas susu yang memenuhi standar. Sedangkan 80 persen kebutuhan bahan baku susu masih harus dipenuhi secara impor.
Dikatakan Menperin, industri pengolahan susu nasional mampu tumbuh rata-rata lima persen per tahun, sedangkan pertumbuhan produksi susu segar dalam negeri rata-rata 0,9 persen per tahun. Hal ini menyebabkan sebagian besar kebutuhan susu dalam negeri dipenuhi impor, karena gap antara bahan baku SSDN dan impor yang semakin besar.