REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) kembali membuktikan komitmennya untuk tumbuh secara berkelanjutan. Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Mohammad Abdul Ghani mengatakan hal ini penting di tengah tantangan dan dinamika industri agribisnis yang terus bergerak cepat.
"Hingga April 2025, PTPN Group berhasil mencatatkan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 16,48 triliun, yang tak hanya melampaui target RKAP (102 persen) tetapi juga tumbuh 20,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu," ujar Ghani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (30/5/2025).
Ghani mengatakan laba bersih perusahaan juga melonjak hingga Rp 1,23 triliun, atau setara 301,4 persen dari RKAP dan naik 3.165 persen secara tahunan. Sementara EBITDA mencapai Rp 4,09 triliun, lebih tiga kali lipat dari target perusahaan.
"Angka-angka ini bukan sekadar capaian bisnis, tetapi buah dari kerja keras panjang sejak 2020," sambung Ghani.
Ghani mengatakan transformasi ini tidak hanya memperkuat kinerja operasional dan keuangan, tetapi juga meningkatkan daya tahan PTPN Group terhadap dinamika industri. Dengan efisiensi yang berkelanjutan dan penguatan struktur permodalan, perusahaan terus berupaya untuk menjadi perusahaan agribisnis nasional yang modern, sehat, dan berdaya saing.
Dari catatan positif ini, ucap Ghani, komoditas sawit tetap menjadi tulang punggung utama. Dengan pendapatan mencapai Rp 13 triliun atau 120 persen dari target, sawit menyumbang kontribusi terbesar.
"Harga jual rata-rata CPO yang mencapai Rp 14.530 per kg (121 per dari RKAP) dan efisiensi biaya, menjadikan EBITDA sawit menyentuh angka Rp 4,47 triliun," lanjut Ghani.
Sementara itu, ucap Ghani, komoditas gula dari tebu menjadi kejutan manis tahun ini. Volume penjualan gula mencapai 96 ribu ton dan masih 89,5 persen dari target, namun dengan pendapatan Rp 1,61 triliun, EBITDA telah mencapai Rp250 miliar atau 245 persen dari target.
"Harga jual gula pun solid di angka rata-rata Rp 15.595 per kg. Komoditas karet juga tampil kompetitif, mencatat pendapatan Rp 1,29 triliun dan harga jual tinggi sebesar Rp 34.090 per kg. Kinerja ini menghasilkan EBITDA Rp 238 miliar, melampaui target hingga 442 persen," sambung dia.
Di sisi neraca keuangan, lanjut Ghani, kekuatan PTPN Group makin solid. Total aset mencapai Rp 146,6 triliun dan ekuitas sebesar Rp 75,61 triliun.
"Yang patut diapresiasi adalah posisi saldo laba, yang dalam lima tahun terakhir membaik drastis, yakni dari minus Rp 15,19 triliun pada 2020 menjadi hanya minus Rp 1,5 triliun per April 2025," ujar Ghani.
Perusahaan, sambung Ghani, juga mencatat arus kas operasi (NOCF) sebesar Rp 1,86 triliun, didorong penerimaan dari pelanggan yang melampaui target. Sementara itu, pengeluaran untuk investasi masih terjaga dengan realisasi sekitar 24% dari RKAP.
"Kami menjaga ketat pengelolaan arus kas dan pengeluaran investasi, sembari tetap mengupayakan efisiensi di berbagai lini operasional. Hal ini membuat PTPN Group tetap solid di tengah fluktuasi industri dan harga komoditas," lanjut Ghani.
Sejak dimulainya restrukturisasi menyeluruh pada 2020, Ghani mengatakan bahwa PTPN Group terus memperkuat dirinya melalui integrasi rantai pasok, digitalisasi proses bisnis, serta pembentukan subholding berdasarkan komoditas utama, yaitu PalmCo, SugarCo, dan SupportingCo. Langkah ini bukan sekadar pembenahan organisasi, tetapi juga menjadi fondasi kuat bagi akselerasi bisnis jangka panjang.
"Kami meyakini dengan konsistensi menjalankan transformasi, tata kelola yang semakin baik, serta dukungan seluruh pemangku kepentingan, holding perkebunan akan terus tumbuh dan memberi kontribusi nyata bagi ketahanan pangan dan energi nasional," kata Ghani.