Rabu 07 May 2025 18:01 WIB

Tanggapi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I 2025, BI: Cukup Tinggi Bagi Investor

Ia optimistis bahwa kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia masih positif.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (DPMA BI) Erwin Gunawan Hutapea mengungkapkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 yang berada di angka 4,87 persen terbilang masih cukup tinggi. Ia optimistis bahwa kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia masih positif.

Hal itu diungkapkan Erwin dalam agenda Taklimat Media BI bertajuk ‘Asesmen Perekonomian Terkini dan Efektivitas Kebijakan Moneter Pro-market untuk Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah’ di Kompleks BI, Jakarta, Rabu (7/5/2025). Pernyataan tersebut disampaikan saat ia menyampaikan kondisi ekonomi domestik, di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Baca Juga

Erwin mengungkapkan bahwa memang ekonomi Indonesia mengalami tekanan memasuki tahun 2025, dan diperparah pada awal April 2025, seiring dengan munculnya kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Namun, ia menyebut bahwa memasuki bulan Mei 2025, kondisinya telah membaik. Hal itu dilihat dari angka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergerak rebound.

“Kondisi sudah jauh membaik, indeks yang tadinya sempat turun sampai di bawah 6.000, di awal Mei sudah rebound, hampir 6.900, tertinggi di 6.898,” ujarnya.

Erwin melanjutkan, adapun kondisi outflow secara akumulasi sejak awal tahun memang masih terjadi, terutama di pasar saham serta sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI). Namun, ia menyebut, inflow pada pasar surat berharga negara (SBN) sudah mulai terjaga.

Menurut catatan BI, sepanjang tahun 2025 (year to date/ytd), berdasarkan data setelmen sampai dengan 30 April 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 49,56 triliun di pasar saham dan sebesar Rp 12,05 triliun di SRBI, serta beli neto sebesar Rp 23,01 triliun di pasar SBN.

“Artinya appetite dari pelaku pasar terkait bagaimana kondisi ekonomi di Indonesia, meskipun rilis GDP kemarin kuartal 1 kelihatannya di bawah konsensus pelaku pasar, konsensus pelaku pasar kita ada di 4,92 persen, tapi kejadiannya 4,87 persen. Tapi 4,87 persen ini still high enough bagi investor,” ungkap Erwin.

Ia menegaskan, outflow sudah mulai mereda memasuki Mei 2025. Terutama di SBN tercatat komposisi asing masih cukup banyak. “Jadi ini tanda-tanda bahwa kepercayaan investor sudah mulai kembali. Tinggal bagaimana upaya dan langkah yang kita lakukan menjaga agar instrumen tetap ada dan stabilitas nilai tukar tetap berada di pasar,” kata dia.

Lebih lanjut, Erwin juga menerangkan mengenai kondisi volatilitas nilai tukar rupiah yang menunjukkan kondisinya yang membaik. Mata Uang Garuda sempat mengalami pelemahan yang dalam hingga sempat menyentuh level Rp 17.000 per dolar AS. Namun saat ini sudah mulai bergerak stabil di Rp 16.500 per dolar AS.

“Hari ini kita lihat pergerakannya di Rp 16.500, meskipun kelihatannya (untuk) turun ke bawah Rp 16.400 support-nya cukup strong. Kami akan tetap selalu berada di pasar untuk menjaga agar pelaku pasar tetap confidence, eksportir tetap mau jualan, dan kalaupun ada pembelian tetap bisa terfasilitasi,” tuturnya.

Erwin melanjutkan, pada Mei 2025 masih ada yang perlu dihadapi, yakni proses repatriasi dividen. Selanjutnya pada Juni 2025 juga akan menghadapi siklus pembayaran utang luar negeri (ULN).

“Sehingga kami memastikan bahwa likuiditas cukup untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan investor yang mau melakukan repatriasi dividen, dan kemudian korporasi-korporasi yang melakukan pembayaran utang luar negeri,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement