REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ekonomi dunia saat ini menghadapi ketidakpastian besar akibat perang dagang, gejolak geopolitik global, serta kebijakan moneter negara besar. Kondisi ini memicu fluktuasi pasar keuangan dan meningkatkan risiko investasi.
Perkumpulan Praktisi Jasa Keuangan Indonesia (PPJKI) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menggelar Seminar Investasi dan Keuangan Nasional 2025. Seminar ini bertujuan memberikan strategi pengelolaan investasi besar dan potensi di 2025 kepada pelaku ekonomi.
Anggota Badan Supervisi OJK dan Ketua Dewan Pembina PPJKI Tito Sulistio dalam keynote speech menegaskan pentingnya seminar ini bagi anggota PPJKI yang mengelola investasi di tengah risiko global. “Tantangan dan peluang investasi terbuka luas dengan disrupsi teknologi di sektor keuangan, sehingga pemangku kepentingan perlu informasi global seperti dalam seminar ini,” ujar Tito.
Dewan Pembina PPJKI Roy Sembel mengatakan dengan penduduk besar dan sumber daya alam melimpah, Indonesia harus memberdayakan investor ritel dan institusional lokal untuk pasar keuangan yang sehat. “Indonesia perlu SDM kompetitif untuk mewujudkan negara yang adil, makmur, dan bermartabat,” ucap dia.
Keberhasilan BPKH Mengelola Dana Haji
Anggota Badan Pelaksana BPKH Indra Gunawan menyampaikan keberhasilan BPKH mengelola dana haji Rp171 triliun. Ia menekankan pentingnya memahami kondisi global sebagai dasar keputusan investasi yang bijak.
Pengelolaan dana haji mencatatkan kinerja luar biasa dengan nett return tertinggi sepanjang sejarah yakni Rp11,6 triliun atau nett return hampir 7 persen per tahun pada 2024. Tata Kelola Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) juga telah diraih 6 kali berturut-turut sejak awal.
Meskipun bersumber dari dana jemaah haji (non-APBN), pengelolaan dana haji sebesar Rp 171 triliun dengan kinerja yang persisten positif memang agak lain dibanding dengan konsep Sovereign Wealth Fund (SWF) global yang umumnya bersumber dari APBN.
Indra menuturkan bahwa BPKH dapat menjadi acuan Lembaga Pengelola Dana Umat (LPDU) yang dapat menjadi model “Sovereign Halal Fund” seiring dengan gagasan Menteri Agama yang memiliki visi mengkonsolidasikan dana umat dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) serta potensi dana umat lainnya.