REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi bidang Macro & Fixed Income pada PT Mega Capital Indonesia Lionel Priyadi menilai penting menjaga stabilitas rupiah agar tidak memperburuk gejolak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan mempertahankan kepercayaan investor di pasar keuangan nasional. Menurutnya bila nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bisa dijaga stabil dalam hal ini tidak melemah melewati angka Rp 16.900 per dolar AS, maka tekanan terhadap pasar saham tidak akan terlalu buruk.
"Bila BI (Bank Indonesia) berhasil menjaga Rupiah di bawah Rp 16.900 maka koreksi mungkin tidak seburuk yang ditakutkan," kata Lionel di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Diketahui, IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa pagi, bergerak turun mengikuti pelemahan bursa saham global imbas kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS). IHSG dibuka melemah 596,33 poin atau 9,16 persen ke posisi 5.914,28. Sementara itu, kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 turun 92,61 poin atau 11,25 persen ke posisi 651,90.
Merespons hal itu, Lionel mengatakan penghentian sementara perdagangan efek (trading halt) yang terjadi hari ini merupakan dampak akumulasi libur Lebaran Idul Fitri 2025, di mana selama masa tersebut pasar global mengalami koreksi tajam akibat kekacauan tarif yang dipicu kebijakan Presiden AS, Donald Trump.
"Trading halt hari ini merupakan efek akumulasi libur lebaran, dimana selama libur pasar global mengalami koreksi yang dalam akibat kekacauan tarif Trump," ujarnya.
Ia memperkirakan koreksi IHSG masih bisa berlanjut dalam beberapa hari ke depan, namun dengan laju yang lebih lambat, dan target teknikal selanjutnya diprediksi berada di kisaran level 5.700. Namun, koreksi tersebut sangat bergantung pada kemampuan Bank Indonesia dalam menjaga Rupiah tetap stabil di bawah level 16.900, agar dampaknya terhadap pasar tidak menjadi lebih buruk dari yang dikhawatirkan.