Rabu 26 Mar 2025 12:01 WIB

Kementan Pastikan Produksi Telur Melimpah di Tengah Fenomena Eggflation

Industri peternakan ayam petelur secara global sedang menghadapi tantangan.

Rep: Muhammad Noor Alfian Choir/ Red: Gita Amanda
Di tengah fenomena eggflation yang melanda berbagai negara dan menyebabkan lonjakan harga telur, Indonesia justru menunjukkan kondisi berbeda. Produksi telur nasional melimpah, harga tetap stabil.
Foto: Edi Yusuf
Di tengah fenomena eggflation yang melanda berbagai negara dan menyebabkan lonjakan harga telur, Indonesia justru menunjukkan kondisi berbeda. Produksi telur nasional melimpah, harga tetap stabil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian (Kementan), Moch Arief Cahyono, menyatakan per 25 Maret 2025, harga telur ayam ras nasional berada di angka Rp 29.475 per kilogram. Sementara itu, di DKI Jakarta, harga telur lebih rendah dari rata-rata nasional, yakni Rp 27.688 per kilogram.

Pihaknya mengungkapkan di tengah fenomena eggflation yang melanda berbagai negara dan menyebabkan lonjakan harga telur, Indonesia justru menunjukkan kondisi yang berbeda. Produksi telur nasional melimpah, harga tetap stabil, dan pasokan terjaga. Fenomena eggflation telah membuat harga telur di banyak negara melonjak tajam, berdampak pada produk berbasis telur seperti kue kering dan makanan olahan lainnya yang kini mencapai rekor tertinggi.

Baca Juga

Pihaknya juga mengatakan menurut Love Money per Senin (24/3/2025), lonjakan harga ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk wabah flu burung yang meningkatkan biaya produksi serta krisis pasokan di sejumlah negara. Di Swiss, misalnya, harga telur per kilogram kini menyentuh 6,85 dolar AS atau sekitar Rp 113.534. Sementara itu, di Selandia Baru harga mencapai 6,22 dolar AS atau Rp 103.063, di Singapura 3,24 dolar AS atau Rp 53.687, di Amerika Serikat 4,11 dolar AS atau Rp 68.103, di Prancis 4,08 dolar AS atau Rp 67.606, dan di Australia 4,13 dolar AS atau Rp 68.428.

“Seperti yang sudah disampaikan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, pemerintah terus menjaga stok dan harga komoditas pangan strategis, termasuk telur. Alhamdulillah, berkat kerja keras semua pihak, terutama petani dan peternak, pada Ramadan dan Lebaran kali ini, stok dan harga sembilan komoditas pangan strategis dalam kondisi aman, bahkan melimpah,” kata Arief, Selasa (25/3/2025). 

Arief menjelaskan kondisi peternakan di Indonesia berbeda dengan negara lain karena neraca telur ayam nasional saat ini mengalami surplus. Berdasarkan proyeksi neraca pangan 2025 yang dihimpun oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas), produksi telur ayam ras mencapai 6,4 juta ton, sedangkan kebutuhan bulanan sekitar 518 ribu ton. Dengan demikian, Indonesia diperkirakan akan terus mengalami surplus.

“Surplus ini menunjukkan kapasitas produksi yang kuat. Kami akan terus memastikan keseimbangan antara pasokan dan harga agar tidak merugikan peternak maupun konsumen,” katanya. 

Di sisi lain, pihaknya mengatakan negara-negara eksportir grand parent stock (GPS) ayam ke Indonesia justru mengalami kekurangan pasokan dan harga telur mereka melonjak tinggi. Amerika Serikat, Prancis, dan beberapa negara Eropa yang selama ini menjadi pemasok utama GPS ke Indonesia kini tengah berjuang menghadapi krisis pasokan akibat wabah penyakit unggas dan kenaikan biaya produksi.

Arief menjelaskan bahwa eggflation terjadi di negara-negara yang menjadi sumber impor GPS, seperti Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, termasuk Prancis. Kondisi yang kurang stabil di negara-negara tersebut menunjukkan industri peternakan ayam petelur secara global sedang menghadapi tantangan.

Selain itu, Kementan memastikan stabilisasi ketersediaan bahan baku pakan. Upaya stabilisasi ini dilakukan melalui berbagai program, seperti pengembangan sentra jagung, optimasi distribusi pakan, dan pemanfaatan bahan baku alternatif. Keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi jagung nasional sebagai sumber utama pakan ternak menjadi salah satu faktor kunci dalam menjaga kestabilan harga dan pasokan telur di dalam negeri.

“Ketersediaan pakan yang stabil dan terjangkau menjadi kunci utama keberhasilan industri perunggasan,” ujar Arief.

Surplus produksi ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk mengekspor telur ayam ke berbagai negara yang mengalami keterbatasan pasokan. “Kekurangan stok di negara lain bisa menjadi peluang bagi kita untuk melakukan ekspor. Salah satu rencana ekspor adalah ke Amerika Serikat. Berdasarkan neraca komoditas, pemerintah siap mengirimkan 1,6 juta butir telur setiap bulan,” ungkap Arief.

Ia menegaskan bahwa Kementan telah melakukan perhitungan matang agar ekspor tidak mengganggu ketersediaan telur di dalam negeri. “Kami selalu memeriksa neraca komoditas untuk memastikan keseimbangan pasokan,” katanya mengakhiri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement