REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Peneliti The Reform Initiative (TRI) sekaligus dosen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Unggul Heriqbaldi mengungkap peran strategis Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam keberhasilan pembangunan Precious Metal Refinery (PMR) di Gresik, Jawa Tengah. Fasilitas pemurnian logam mulia ini diresmikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin (17/3/2025).
Fasilitas ini digadang-gadang mampu memproduksi hingga 70 ton emas per tahun. Kapasitas produksi itu menjadikannya salah satu proyek strategis nasional yang berkontribusi besar bagi industri pertambangan Indonesia.
Menurut Unggul, pembangunan PMR di Gresik merupakan dampak dari hilirisasi yang sudah dijalankan Bahlil sejak masih menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Bahkan, saat ini Bahlil juga dipercaya Presiden Prabowo sebagai Ketua Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional.
"Peran beliau sangat strategis tidak hanya dalam memastikan bahwa proses hilirisasi ini menciptakan nilai tambah ekonomi yang tinggi, namun juga dalam memastikan upaya hilirisasi berdampak signifikan dalam konteks penerapan dan inovasi teknologi di sektor-sektor yang dikembangkan," kata Unggul dalam keterangannya, Selasa (18/3/2025).
Menurutnya, keberhasilan hilirisasi industri pertambangan di Indonesia tidak terlepas dari strategi Bahlil dalam mengintegrasikan teknologi, peningkatan sumber daya manusia (human capital), serta kepemilikan sumber daya yang dimiliki Indonesia.
"Kombinasi teknologi, human capital, dan kepemilikan sumber daya dapat menjadi game changer bagi pertumbuhan ekonomi dan daya saing Indonesia," ucap Unggul.
Penguatan hilirisasi pertambangan di Indonesia
Unggul menilai peresmian PMR di Gresik menjadi salah satu tonggak penting dalam penguatan hilirisasi industri pertambangan di Indonesia. Smelter ini, kata dia, akan berperan dalam pengolahan logam mulia seperti emas, perak, dan platinum, yang diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi serta memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
Unggul menyebut keberadaan PMR di Gresik membuka peluang besar bagi Indonesia dalam ekspor logam mulia dalam bentuk produk olahan berkualitas tinggi. Menurutnya, PMR di Gresik akan memungkinkan Indonesia untuk mengekspor logam mulia dalam bentuk produk olahan berkualitas tinggi, bukan hanya sebagai bahan mentah.
"Jika dibandingkan dengan ekspor emas mentah, pemurnian dalam negeri dapat meningkatkan nilai tambah hingga 30-40 persen tergantung pada kadar kemurnian dan produk akhir yang dihasilkan," ujar Unggul.
Selain manfaat ekspor, keberadaan PMR juga memberikan dampak signifikan terhadap industri dalam negeri. Unggul menjelaskan bahwa industri perhiasan, elektronik, serta katalis dan otomotif akan mendapat manfaat dari pasokan bahan baku berkualitas tinggi yang dihasilkan oleh smelter ini.
"Dengan pasokan emas dan perak yang lebih terjamin serta berkualitas tinggi, industri perhiasan dalam negeri dapat meningkatkan daya saingnya di pasar global. Kota-kota seperti Surabaya dan Jakarta yang memiliki klaster industri perhiasan bisa memperoleh manfaat besar," katanya.