Selasa 18 Mar 2025 19:01 WIB

Dunia Usaha Rugi Ratusan Triliun Akibat Premanisme Ormas

Wilayah yang sering terjadi premanisme ormas di Bekasi, Karawang, Batam, dan Jatim.

Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menjadi salah satu sasaran premanisme ormas.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menjadi salah satu sasaran premanisme ormas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan organisasi masyarakat (ormas) memang sangat merugikan dunia usaha. Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia menyampaikan, banyak investor resah dengan aktivitas ormas di kawasan industri, seperti melakukan demonstrasi, penyegelan, dan intimidasi.

Ormas tersebut melakukan demonstrasi lantaran meminta 'jatah' dalam pembangunan atau aktivitas pabrik. Gangguan keamanan itu memicu kerugian hingga ratusan triliun rupiah akibat investasi yang batal dan keluar dari kawasan industri.

Baca Juga

"Kalau dihitung semuanya, ngitungnya bukan cuma yang keluar, tapi yang nggak jadi masuk juga. Itu bisa ratusan triliun rupiah," kata Ketua Umum HKI Sanny Iskandar, dalam sebuah di Jakarta dikutip pada Selasa (18/3/2025). Sanny menjelaskan, wilayah yang sering terjadi premanisme ormas berada di Bekasi, Karawang, Batam, dan Jawa Timur.

Ternyata, bukan hanya kawasan industri saja yang menjadi sasaran ormas. Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengaku banyak anggotanya yang mendapatkan perlakuan intimidasi dari ormas saat mengambil unit kendaraan nasabah atau konsumen yang menunggak cicilan. Adapun salah satu daerah yang menjadi sorotan APPI yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Ketua APPI Suwandi Wiratno menjelaskan, merujuk ketentuan undang-undang, debitur yang lalai dalam pembayaran dan tidak menanggapi somasi wajib menyerahkan kendaraannya. "Karena dia tidak melakukan hal-hal yang menjadi kewajibannya dan tidak menanggapi surat somasi, ya dilakukan eksekusi," ucapnya kepada wartawan.

Suwandi menyebut, peskipun perusahaan pembiayaan memiliki hak untuk menarik kendaraan sesuai dengan ketentuan hukum dan pengadilan, namun faktanya banyak debitur bersikap tidak kooperatif. Mereka malah melakukan intimidasi terhadap perusahaan pembiayaan.

Setelah ditelusuri, banyak debitur yang tergabung dalam lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun ormas mengajak anggotanya dalam melakukan pembiaran pembayaran cicilan serta menghalangi proses eksekusi. "Nah, pada saat eksekusi dilakukan, yang terjadi kita diintimidasi sama komunitas, rupanya debitur sudah bergabung di situ," kata Suwandi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement