Senin 17 Mar 2025 23:50 WIB

Aturan Bea Masuk Antidumping Dicabut, RI Bakal Genjot Ekspor Kertas ke Pakistan

Pakistan memutuskan untuk membatalkan kebijakan bea masuk antidumping kertas.

Menteri Perdagangan Budi Santoso.
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Perdagangan Budi Santoso.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan, Pengadilan Tinggi Lahore (LHC), Pakistan memutuskan untuk membatalkan kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) kertas Indonesia secara permanen pada November 2024.

"Pembatalan BMAD kertas Indonesia secara permanen oleh Pengadilan Tinggi Lahore menjadi titik balik yang memberikan angin segar bagi produsen dan eksportir kertas Indonesia. Dengan dihapuskannya BMAD, Indonesia memiliki kesempatan emas untuk kembali menguasai pasar kertas Pakistan," ujar Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso dalam keterangan di Jakarta, Senin (17/3/2025).

Baca Juga

Mendag Budi Santoso mengatakan, keberhasilan ini tidak lepas dari upaya Kemendag melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP) dan pelaku usaha yang telah bekerja sama dalam melakukan pembelaan.

Upaya pembelaan tersebut dilakukan sejak inisiasi penyelidikan awal pada 2016 hingga peninjauan kembali (sunset review), di antaranya melalui pengiriman submisi pembelaan dan konsultasi dengan otoritas penyidik Pakistan. Keputusan ini menjadi titik balik bagi produsen dan eksportir kertas Indonesia untuk kembali mendorong ekspor ke Pakistan.

Budi menyampaikan, sejak 2015, Indonesia merupakan negara pemasok utama kertas di Pakistan dengan pangsa sebesar 70,5 persen, jauh lebih tinggi dibanding Tiongkok yang tercatat hanya 7,7 persen.

Namun, Indonesia menghadapi tantangan perdagangan berupa tuduhan dumping oleh Pakistan terhadap produk kertas (uncoated writing and printing paper) dengan kode HS 480255, 480256, dan 480257 pada 2017-2018.

Merespons tuduhan tersebut, Komisi Tarif Nasional Pakistan (NTC) menerapkan BMAD selama lima tahun yang berlaku pada 30 Maret 2018-30 Maret 2023. NTC berupaya memperpanjang bea masuk tersebut pada November 2023, namun dibatalkan oleh LHC pada November 2024.

"Kebijakan yang telah berlaku tersebut berdampak pada ekspor kertas Indonesia ke Pakistan. Semula mencapai 57,3 juta dolar AS pada 2018, kemudian mengalami penyesuaian menjadi 32,4 juta dolar AS pada 2021. Namun, pada 2022, ekspor kertas Indonesia ke Pakistan kembali bangkit dengan naik menjadi 49,1 juta dolar AS," kata Budi.

Menurut dia, meskipun sempat berfluktuasi, industri kertas Indonesia tetap memiliki potensi besar untuk kembali bangkit dan merebut kembali pasar Pakistan. Dengan permintaan yang terus meningkat, impor kertas Pakistan dari dunia memiliki pertumbuhan rata-rata 7,1 persen per tahun selama 2019-2023.

"Jika dimaksimalkan dengan strategi yang tepat, ekspor kertas Indonesia ke Pakistan berpotensi tumbuh signifikan hingga mencapai 61,3 juta dolar AS pada 2030. Hal ini menjadi langkah positif bagi Indonesia untuk memperkuat daya saingnya dan kembali menjadi pemasok utama kertas di pasar Pakistan," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida mengapresiasi upaya Kementerian Perdagangan yang telah berhasil mengamankan pasar ekspor Indonesia di Pakistan.

Ia berharap, kerja sama pemerintah dan pelaku usaha dapat terus digalakkan dalam menjaga dan meningkatkan ekspor produk kertas Indonesia ke pasar global.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement