Selasa 04 Mar 2025 13:39 WIB

Sritex Tumbang, Pemerintah Diminta Mengevaluasi Kebijakan Industri Tekstil

Industri tekstil menjadi salah satu sektor strategis dalam perekonomian Indonesia.

Rep: Eva Rianti / Red: Gita Amanda
Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah mencatat 10.965 buruh dan karyawan di empat perusahaan terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) PT. Sritex Tbk setelah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga.
Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah mencatat 10.965 buruh dan karyawan di empat perusahaan terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) PT. Sritex Tbk setelah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI Hendry Munief menanggapi soal penutupan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap puluhan ribu pegawai Sritex. Menurutnya, pemerintah mesti melakukan evaluasi secara menyeluruh mengenai kebijakan industri tekstil nasional. 

Hendry mengaku prihatin atas kondisi industri tekstil terbesar se-Asia Tenggara itu. Pasalnya, ada 10.665 karyawan yang bergantung pada industri tersebut, terpaksa kehilangan pekerjaan. Keputusan pailit terhadap Sritex dinilai sebagai pukulan berat, tidak hanya bagi pekerja, tetapi juga bagi sektor tekstil nasional. 

Baca Juga

“Industri tekstil selama ini menjadi salah satu sektor strategis dalam perekonomian Indonesia, dan apa yang terjadi pada Sritex menjadi peringatan bagi kita semua akan tantangan besar yang dihadapi sektor ini,” kata Hendry dalam keterangannya, dikutip Selasa (4/3/2025). 

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut memberikan beberapa catatan mengenai kondisi yang dialami Sritex. Pertama, Pemerintah harus memastikan pemenuhan hak karyawan yang terimbas PHK. 

Hendry mengatakan akan mengawal agar hak-hak pekerja, termasuk pesangon dan jaminan sosial benar-benar diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemerintah pun, lanjutnya, juga perlu memastikan adanya skema perlindungan tenaga kerja bagi yang terdampak. “Kedua, pemerintah harus evaluasi kebijakan industri tekstil nasional,” ujarnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap daya saing industri tekstil nasional. Termasuk dampak serbuan impor tekstil yang dinilai semakin melemahkan industri dalam negeri. “Regulasi yang lebih berpihak kepada industri dalam negeri harus menjadi perhatian utama agar kejadian serupa tidak terus berulang,” ujarnya.

Ketiga, pemerintah harus mendorong solusi bagi eks-karyawan. Pemerintah dan pihak terkait perlu menyiapkan program pelatihan ulang (reskilling dan upskilling) agar para pekerja yang terdampak bisa terserap di industri lain atau memiliki keterampilan baru. Dukungan bagi wirausaha juga harus diperkuat, baik melalui akses permodalan maupun pelatihan usaha. 

Keempat, mengenai masa depan industri tekstil nasional, kasus Sritex harus menjadi pelajaran berharga agar sektor industri tekstil dan manufaktur dalam negeri tidak semakin terpuruk. Hendry menekankan, Pemerintah, DPR, dan pemangku kepentingan harus bekerja sama dalam menyusun kebijakan industri yang lebih berkelanjutan dan kompetitif di tengah dinamika global.

“Kami di Komisi VII DPR RI akan terus mengawal perkembangan industri nasional agar tetap mampu bersaing dan memberikan kontribusi bagi perekonomian serta kesejahteraan masyarakat. Kami juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari solusi terbaik demi masa depan industri nasional yang lebih kuat dan berdaya saing,” ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement