REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dikabarkan menugaskan tim ekonominya pada Kamis untuk merancang rencana tarif timbal balik pada setiap negara yang mengenakan tarif impor AS. Hal itu meningkatkan prospek perang dagang global dengan teman sekaligus musuh Negeri Paman Sam.
“Mengenai perdagangan, saya telah memutuskan untuk tujuan keadilan, bahwa saya akan mengenakan tarif timbal balik, artinya apapun biaya yang dibebankan negara kepada Amerika Serikat, kami akan mengenakannya. Tidak lebih, tidak kurang,” kata Trump, Jumat (14/2/2025).
Trump menandatangani memo yang memerintahkan timnya untuk mulai menghitung bea masuk agar sesuai dengan yang dikenakan negara lain dan untuk melawan hambatan nontariff, seperti aturan keselamatan kendaraan yang mengecualikan mobil AS dan pajak pertambahan nilai yang meningkatkan biayanya.
Arahan pada hari Kamis itu tidak hanya memberlakukan tarif baru, tetapi juga memulai penyelidikan yang mungkin memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan terhadap pungutan yang dikenakan pada barang-barang AS oleh mitra dagang lain.
Targetnya termasuk China, Jepang, Korea Selatan, dan Uni Eropa. Putaran tarif terbaru yang mengguncang pasar dari presiden Republik tersebut telah meningkatkan kekhawatiran akan meluasnya perang dagang global dan mengancam akan mempercepat inflasi AS.
Hal yang dikhawatirkan bahwa tarif dapat menambah inflasi dan mencegah Federal Reserve memangkas suku bunga lebih lanjut, dengan saham AS menambah keuntungan hari itu. Indeks saham global menyentuh rekor tertinggi, dan imbal hasil surat berharga pemerintah AS turun.
Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan, pemerintah akan menangani setiap negara yang terkena dampak satu per satu, dan mengatakan studi tentang masalah tersebut akan selesai pada 1 April mendatang. Itu juga merupakan tenggat waktu yang ditetapkan Trump pada hari pertamanya menjabat bagi Lutnick dan penasihat ekonomi lainnya untuk melapor kepadanya dengan rencana untuk mengurangi ketidakseimbangan perdagangan kronis yang dilihat Trump sebagai subsidi AS untuk negara lain.