REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan pemerintah menghentikan subsidi angkutan massal dengan skema buy the service (BTS) di beberapa daerah menuai sorotan. Direktur Eksekutif INSTRAN Deddy Herlambang menyebut hal ini berimbas pada keputusan pemda yang otomatis menghentikan bus-bus BTS.
Deddy menyayangkan layanan transportasi umum perkotaan yang dikerjasamakan Kemenhub dengan Pemerintah Daerah Bali, Kota Bogor dan Yogyakarta berhenti beroperasi di awal 2025. Selain itu, beberapa daerah lainnya mengurangi operasional bus yang merupakan bagian dari program Teman Bus.
Deddy menyampaikan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebelumnya menjalin kontrak dengan 11 pemda seperti Medan, Palembang, Balikpapan, Banjarmasin, Bandung, Banyumas, Yogyakarta, Surakarta, Makassar, Surabaya, dan Denpasar. Kerja sama itu menyediakan total sebanyak 45 koridor layanan transportasi umum dengan skema BTS.
"Namun, kini hanya sembilan pemkot/pemkab yang berkomitmen mengambil alih pengelolaan Teman Bus," ujar Deddy dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (20/1/2025).
Deddy menyampaikan Pemkot Medan bersedia mengambil alih seluruh lima koridor, Palembang satu koridor, Surakarta tiga koridor, Banjarmasin semuanya empat koridor, Makassar satu koridor, Bandung semuanya lima koridor, Surabaya satu koridor. Kemudian, Pemkab Banyumas akan mengambil alih koridor pada 2026, sedangkan Pemkot Balikpapan bersedia mengambil alih koridor pada akhir 2028.
"Semua kontrak BTS berakhir per 31 Desember 2024, ketidakberlanjutan program Teman Bus di wilayah Bali, Bogor dan Yogyakarta juga disebabkan oleh tidak pedulinya Pemprov masing-masing akan pengelolaan angkutan umum massal bagi warganya sendiri," ucap Deddy.
Deddy menyampaikan pemerintah pusat maupun daerah sebenarnya berkewajiban untuk menyelenggarakan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau. Hal itu telah diatur dalam Pasal 138 dan 139 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Dengan tidak ada kelanjutannya BTS di beberapa daerah seperti Bali, Bogor dan Yogyakarta dapat menjadi buruknya IKU (indeks kinerja utama) Pemerintah daerah karena tidak menjalankan Amanah UU 22 / 2009 dan dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tepat dan benar," sambung Deddy.
Deddy menyampaikan pemda terlalu bersemangat dalam kemandirian pemerintahan dalam skema otonomi daerah, termasuk dalam creative finance atau fund raising, namun dalam mensubsidi angkutan umum masih meminta bantuan finansial dalam pemerintah pusat. Deddy menyebut modal share pengguna angkutan umum secara nasional masih di bawah 10 persen, dari seharusnya minimal 50 persen.
"Pemda seharusnya konsentrasi untuk kreatif mengajak masyarakat menggunakan angkutan umum agar tidak macet kendaraan pribadi, mengurangi kecelakaan dan udara bersih dari gas emisi pembuangan asap kendaraan bermotor," lanjut Deddy.
Deddy menyampaikan Kemenhub telah membelikan sarana bus kepada Pemda yang berminat mengelola BTS sekaligus memberikan biaya operasi dan perawatan sesuai kontrak selama dua hingga tiga tahun. Deddy mengatakan Kemenhub berharap Pemda yang melanjutkan operasional BTS, namun kenyataannya Pemda tidak mau melanjutkan program BTS di daerahnya masing-masing.
"Pemda yang tidak melanjutkan BTS atau tidak menyediakan angkutan umum dapat diindikasikan tidak memikirkan dalam mengelola transportasi umum di wilayahnya, perlu kiranya ada sanksi atau punishment untuk dihentikan pencairan subsidi dari pusat," kata Deddy.