REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Polemik terkait kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex semakin memanas. Tim kurator yang menangani kepailitan Sritex menolak mengajukan going concern atau keberlangsungan usaha pabrik tekstil terbesar di Indonesia tersebut. Alasan utamanya adalah karena tim kurator memandang terdapat potensi kerugian jika Sritex melanjutkan aktivitas usahanya.
Di sisi lain, Sritex merombak tim kuasa hukumnya. Tim itu pun tengah menyiapkan sejumlah langkah hukum demi kelanjutan usaha Sritex.
Anggota Tim Kurator Sritex, Denny Ardiansyah mengungkapkan, pasca pertemuan perdana para kreditur Sritex pada November 2024, pihaknya menindaklanjuti dengan mengundang pihak debitur untuk bertemu di kantor sekretariat tim kurator. "Pada waktu itu lagi-lagi tidak dihadiri oleh direktur utama. Yang selalu hadir adalah direktur keuangan, Bapak Wilis Salam. Pada waktu itu juga ada direktur independen, Ibu Regina," kata Denny dalam konferensi pers di Kota Semarang pada Senin (13/1/2025) malam.
Denny menambahkan, dalam pertemuan itu dia bertanya kepada direktur independen tentang bagaimana efek jika Sritex melanjutkan usahanya. "Sebenarnya ini akan rugi atau untung? Dengan direktur independen bahwa ini akan rugi," ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut juga dibahas tentang working capital atau modal kerja. "Disampaikan juga bahwa modal kerja saat ini sangat terbatas, sangat susah, untuk bisa dilakukan going concern," kata Denny.
Menurut Denny, kala itu pun sempat terjadi perdebatan antara direktur keuangan Sritex dengan direktur independen. Dengan masih gencarnya tuntutan agar keberlangsungan usaha Sritex tetap terjaga, Denny merasa tim kurator dalam posisi terjepit.
Dia menjelaskan, sejauh ini tim kurator hanya baru melakukan pertemuan secara terpisah dengan sejumlah kementerian. "Dengan (Kementerian) Perindustrian, misalnya, dengan Kemenko (Perekonomian), dengan Naker (Kementerian Ketenagakerjaan), intinya ini jangan PHK. Lho, jangan PHK tapi solusinya apa?" ucap Denny.
Denny mengingatkan, sesuai Pasal 72 UU Kepailitan dan PKPU, harta pailit dari debitur merupakan tanggung jawab kurator. "Ketika going concern, kami mengacu Pasal 72, kalau ada yang berani menaruh di sini kepala untuk menanggung kerugian dari adanya going concern, kami siap menjalankan," ujarnya.
Dia menambahkan, berdasarkan laporan Sritex pada Juni 2024, proses produksi dan penjualan dari Sritex mengalami kerugian yang sangat besar. "Itu siapa yang menanggung? Itu yang kami khawatirkan," kata Denny.
"Oleh karena itu, dengan juga melihat beban utang dengan ekuitas dengan asetnya, saya kira langkah pemberesan adalah langkah yang tepat untuk saat ini," tambah Denny.
Denny mengungkapkan, timnya telah melakukan verifikasi tagihan yang belum final. Total tagihan kepada Sritex yang sudah masuk ke tim kurator mencapai Rp 32,63 triliun.
Saat ini Sritex hendak mengajukan Peninjauan Kembali setelah Mahkamah Agung menolak kasasi mereka terkait putusan pailit yang diterimanya dari PN Niaga Semarang. PT Sritex dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024. Hal itu termaktub dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Dalam perkara tersebut, pihak pemohon adalah PT Indo Bharat Rayon. Sementara pihak termohon tidak hanya PT Sritex, tapi juga anak perusahaannya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
"Menyatakan PT Sri Rejeki Isman, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya," demikian petitum yang dipublikasikan di Sistem Informasi Penulusaran Perkara PN Semarang.
Dalam putusan tersebut, PT Sri Rejeki Isman, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dinyatakan telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan Putusan Homologasi (Pengesahan Rencana Perdamaian) tanggal 25 Januari 2022.
Sritex juga telah menunjuk Kantor Hukum Patra M Zen & Partners dan JG Partner sebagai kuasa hukum barunya. Tim kuasa hukum baru itu kini telah menyiapkan sejumlah hal untuk menjadi fokus penanganan Sritex.
“Kami selaku kuasa hukum mengapresiasi sikap pemerintah yang sejak pertama kali kasus ini merebak, telah memerintahkan penyelamatan Sritex. Kami berpendapat hal tersebut sangat pantas dilakukan, mengingat kontribusi Sritex yang sangat besar kepada masyarakat, pemerintah dan dunia usaha Indonesia selama 58 tahun. Kita harus mendukung penyelamatan Sritex, karena melalui produk-produk Sritex yang berkualitas tinggi, industri tekstil Indonesia mendapatkan perhatian dan tempat didunia internasional,” ungkap Patra M Zen melalui keterangan resmi, Selasa (14/1/2025).
Lebih lanjut, Patra menilai dalam proses hukum yang sedang dijalani Sritex saat ini terdapat halangan dan hambatan yang signifikan. “Kami menilai kurator Sritex tidak memiliki visi dan kemauan untuk menyelamatkan Sritex. Kami bahkan menduga, kurator telah melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan pidana. Untuk itu, kami sedang menyiapkan langkah-langkah hukum untuk membela kepentingan klien kami,” pungkasnya.