REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah pada Rabu (8/1/2025), melemah seiring data ekonomi Amerika Serikat (AS) dari sektor jasa dan pasar tenaga kerja yang menguat.
Pada penutupan perdagangan, rupiah ditutup melemah 68 poin atau 0,42 persen menjadi Rp 16.211 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.143 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga melemah ke level Rp 16.201 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.169 per dolar AS.
“Pembukaan Pekerjaan JOLTS (Job Openings and Labor Turnover Survey) AS pada November 2024 naik menjadi 8,10 juta dari 7,84 juta, melampaui estimasi 7,74 juta. Data pembukaan pekerjaan yang lebih tinggi menyiratkan pasar tenaga kerja yang lebih ketat di AS,” ujar Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede, Rabu.
Data Institute of Supply Management (ISM) Service Index untuk Desember 2024 juga meningkat jadi 54,1 dari 52,1 berkat dorongan ISM Services Paid, yang mencerminkan tekanan inflasi dari sektor jasa.
Kedua data tersebut mengisyaratkan kemungkinan tekanan inflasi yang berkelanjutan di AS, sehingga mendorong ekspektasi high for longer untuk arah kebijakan Federal Reserve (The Fed), yang kemudian mendorong permintaan dolar AS lebih tinggi.
Saat ini, pasar disebut memperkirakan The Fed akan memangkas Federal Funds Rate (FFR) sekali sebesar 25 basis points (bps) pada Juni 2025 untuk sepanjang tahun ini. Indeks dolar AS turut meningkat sebesar 0,26 persen menjadi 108,54, dan yield UST 10-tahun naik sebesar 5 bps menjadi 4,69 persen.
“Pasar masih akan mengantisipasi data pasar tenaga kerja AS minggu ini, termasuk ADP Employment Change, Non-Farm Payrolls, dan tingkat pengangguran melihat arah FFR tahun ini,” kata Josua.
Ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto menyatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah karena ekspektasi The Fed masih akan menahan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan. “Potensi penguatan dolar disebabkan oleh karena ekspektasi The Fed masih akan menahan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan,” ungkap Rully.
Seperti diketahui, The Fed memproyeksikan suku bunga berada di level 3,4 persen untuk 2025, yang mengindikasikan adanya pemotongan 100 bps atau 1 persen. Adapun pada tahun 2026, suku bunga diharapkan turun menjadi 2,9 persen atau dipangkas 50 bps. Karena faktor tersebut, dolar AS berpotensi menguat kembali sehingga rupiah masih sulit untuk mendekati level nilai tukar Rp 16 ribu.