Senin 30 Dec 2024 16:55 WIB

Celios: Potensi Kebocoran Rp 8,5 Triliun di Program Makanan Bergizi Gratis

Dari total anggaran MBG, risiko kerugian terbesar datang dari markup dan inefisiensi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah Prabowo Subianto menyimpan potensi kebocoran anggaran hingga Rp 8,5 triliun per tahun. (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Auliya Rahman
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah Prabowo Subianto menyimpan potensi kebocoran anggaran hingga Rp 8,5 triliun per tahun. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah Prabowo Subianto menyimpan potensi kebocoran anggaran hingga Rp 8,5 triliun per tahun. Direktur Keadilan Fiskal Studi dari Center of Economic and Law Studies (Celios)  Media Wahyudi Askar mengatakan, berdasarkan analisis dan survei yang dilakukan menunjukkan model distribusi sentralistik berbasis vendor besar dan dapur umum yang diusulkan pemerintah menjadi salah satu celah besar yang rentan terhadap inefisiensi dan korupsi.  

“Dari total anggaran MBG, risiko kerugian terbesar datang dari markup dan inefisiensi di setiap tingkatan distribusi. Dalam simulasi kami, setidaknya Rp 8,52 triliun, atau 12 persen dari total anggaran, berpotensi hilang setiap tahunnya,” ujar Media dalam Diskusi Publik "Yang Lapar Siapa, Yang Kenyang Siapa?" yang diikuti secara daring, Senin (30/12/2024).

Baca Juga

Model sentralistik dalam program Makan Bergizi Gratis membagi anggaran ke beberapa pihak, namun masing-masing memiliki risiko kerugian besar. Sebanyak 10 persen anggaran dialokasikan untuk vendor logistik besar, yang berisiko menyebabkan kerugian hingga Rp 2,13 triliun akibat inefisiensi dan markup biaya.

Selanjutnya, 20 persen anggaran dialokasikan untuk unit pelayanan atau dapur umum, yang diperkirakan dapat merugikan hingga Rp 4,26 triliun karena lemahnya pengawasan dan koordinasi.

Selain itu, 10 persen anggaran lainnya diberikan kepada agregator ekonomi nasional, dengan potensi kerugian sebesar Rp 2,13 triliun akibat pengelolaan yang kurang efisien. “Rantai birokrasi yang panjang dan pengelolaan oleh banyak institusi besar menciptakan ruang yang luas untuk penyelewengan,” tambah Media.  

Selain potensi kerugian finansial, skema sentralistik ini dinilai memiliki kelemahan sistemik yang memperbesar risiko korupsi. Minimnya transparansi dalam pengelolaan anggaran dan pengawasan yang tidak memadai menjadi faktor utama yang membuat model ini rawan terhadap penyalahgunaan dana.  

“Ketika anggaran sebesar ini dikelola oleh banyak pihak tanpa mekanisme pengawasan yang ketat, sangat sulit untuk memastikan efisiensi dan transparansi. Ini membuka peluang besar bagi praktik korupsi,” jelasnya.  

Celios merekomendasikan model distribusi berbasis institusi lokal, seperti sekolah, UMKM, dan ekosistem pertanian lokal, untuk meminimalkan potensi kebocoran anggaran. Dalam simulasi Celios, model desentralistik ini hanya memiliki risiko kerugian sebesar Rp 1,775 triliun, atau 2,5 persen dari total anggaran, jauh lebih kecil dibandingkan model sentralistik.  

Dengan potensi penghematan hingga Rp 6,745 triliun per tahun, model desentralistik tidak hanya lebih efisien, tetapi juga lebih transparan karena melibatkan institusi lokal yang lebih dekat dengan masyarakat.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement