Jumat 22 Nov 2024 15:56 WIB

Perusahaan-Perusahaan Babak Belur Terdampak Boikot

Perusahaan yang terdampak boikot melaporkan kerugian mencapai ratusan miliar rupiah.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Fitriyan Zamzami
Massa aksi peduli Palestina menggelar unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Jumat (25/10/2024). Aksi juga mendorong boikot produk-produk yang terafiliasi Israel.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa aksi peduli Palestina menggelar unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Jumat (25/10/2024). Aksi juga mendorong boikot produk-produk yang terafiliasi Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -  Agresi militer Israel di Jalur Gaza yang telah berjalan lebih dari setahun terus berdampak pada produk-produk yang jadi sasaran boikot masyarakat. Secara akumulatif, perusahaan-perusahaan yang terdampak boikot melaporkan kerugian mencapai ratusan miliar rupiah tahun ini.

Di negara tetangga, Starbucks Malaysia mengalami penurunan penjualan yang tajam akibat boikot yang dilakukan pendukung pro-Palestina. Berdasarkan data dari Maybank, bank terbesar di Malaysia, boikot ini didorong oleh kemarahan konsumen atas dugaan keterkaitan Starbucks dengan Israel dan Amerika Serikat.  

Baca Juga

Meskipun Starbucks tidak masuk dalam daftar boikot resmi Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) Malaysia, para analis Maybank memperkirakan merek ini berpotensi kehilangan daya tariknya secara permanen. Berjaya Food Berhad (BFood), pemegang lisensi Starbucks di Malaysia, diproyeksikan mengalami kerugian hingga 65 juta Ringgit Malaysia (RM) atau sekitar Rp224 miliar pada akhir tahun 2024.  

Dalam laporan terbaru, BFood mencatat kerugian sebelum pajak sebesar RM 31,82 juta atau sekitar Rp 110 miliar  pada kuartal terakhir, menjadikannya kerugian keempat berturut-turut. Pendapatan tahunan juga merosot lebih dari 50 persen menjadi RM 124,19 juta sekitar Rp 430 miliar. Saham BFood, yang sangat bergantung pada pendapatan Starbucks, turun hampir 37 persen sepanjang tahun ini.  

"Dampak boikot juga memaksa Starbucks Malaysia menutup sementara 50 dari 408 gerainya, atau sekitar 12 persen dari total gerai," seperti ditulis di South China Morning Post dikutip Jumat (22/11/2024).

Para  konsumen Malaysia pun berbondong-bondong beralih ke merek kopi pesaing, meskipun Starbucks di Malaysia sepenuhnya dimiliki oleh lokal dan mempekerjakan lebih dari 5.000 karyawan. Sebenarnya, Starbucks Malaysia sudah pernah membantah tuduhan keterlibatan politik dan menyatakan bahwa perusahaan tersebut adalah organisasi non-politik. Pada Oktober lalu, Starbucks Malaysia bahkan mendonasikan RM1 juta sekitar Rp 3,4 miliar ke Dana Kemanusiaan Rakyat Palestina yang dikelola pemerintah Malaysia.  

photo
Partisipasi Generasi Z pada boikot produk Israel mencapai 50 persen. - (Tim Infografis)

Akhirnya, guna mengatasi kerugian besar ini,  BFood kini berupaya mengembangkan merek lain seperti Paris Baguette dan Krispy Kreme Doughnuts. Namun, analis Maybank memperingatkan bahwa diversifikasi pendapatan yang signifikan membutuhkan waktu karena ketergantungan perusahaan pada Starbucks.  

Lesunya penjualan seperti ini juga terjadi di Indonesia, boikot pro-Palestina juga memengaruhi merek besar seperti KFC. PT Fast Food Indonesia (FAST), pemegang waralaba KFC dan Taco Bell pun menghadapi tantangan serupa. Berdasarkan data Algo Research, perusahaan mencatat penurunan pendapatan, persaingan ketat, dan preferensi konsumen yang berubah.  

Pada 2024, KFC Indonesia menutup 47 gerai dari 762 menjadi 715 dan merumahkan 2.274 karyawan. Minimarket seperti Indomaret dan Alfamart pun kini menjadi pesaing baru, menawarkan ayam goreng dengan harga 30–40 persen lebih murah dibandingkan KFC.  

Dalam laporan keuangan sembilan bulan pertama tahun 2024, tercatat, perusahaan mengalami kerugian bersih sebesar Rp 558,75 miliar, meningkat tajam dibandingkan dengan kerugian periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 152,42 miliar. Sebenarnya, KFC Indonesia telah mencatatkan penurunan pendapatan yang tajam sejak 2020.

photo
Rupa-Rupa Dampak Boikot Israel - (Republika)

Pendapatan yang sebelumnya mencapai puncaknya sebesar Rp 7 triliun pada 2019, kini diperkirakan akan turun menjadi sekitar Rp 4 triliun pada 2024. Penurunan ini mencerminkan sekitar 43 persen penurunan akibat boikot global yang juga terjadi di beberapa wilayah Indonesia.

Untuk mengatasi kerugian ini, manajemen FAST menyampaikan bahwa perusahaan sedang mengkaji beberapa langkah korporasi untuk memulihkan keadaan. "Kami sedang dalam pengkajian terhadap rencana tindakan korporasi yang kemungkinan akan dilaksanakan dalam waktu dekat," kata Corporate Secretary FAST J Dalimin Juwono dalam keterangan tertulis penjelasan atas volatilitas transaksi di Keterbukaan Informasi BEI dikutip Rabu (6/11/2024).

Namun, Juwono tidak memberikan rincian detail mengenai rencana tersebut. Perusahaan memastikan, setiap keputusan yang diambil akan diumumkan kepada publik secara transparan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement