Rabu 23 Oct 2024 00:59 WIB

Dampak Judi Online pada Kelas Menengah Indonesia

Di tengah ketidakpastian ekonomi dan deflasi yang terjadi selama beberapa bulan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Refleksi tampilan gawai saat warga saat melihat iklan judi online di Jakarta. (lustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Refleksi tampilan gawai saat warga saat melihat iklan judi online di Jakarta. (lustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah ketidakpastian ekonomi dan deflasi yang terjadi selama beberapa bulan terakhir, sebanyak 51 persen kelas menengah merasa tidak mengalami penurunan daya beli, sementara sebesar 49 persen merasa daya beli mereka menurun signifikan.

Riset terbaru dari Inventure 2024 mengungkapkan dampak signifikan dari judi online terhadap kelas menengah di Indonesia. Survei yang dilakukan menunjukkan 14 persen responden dari kelompok ini pernah terlibat dalam aktivitas judi online.

Baca Juga

Dari jumlah tersebut, 69 persen terpaksa mengurangi pengeluaran rumah tangga untuk menutupi utang yang muncul akibat pinjaman online (pinjol). Masih dalam laporan tersebut, pengeluaran yang paling banyak dipangkas oleh mereka yang terlilit utang adalah uang rokok (28 persen), uang makan (29 persen), dan uang liburan (24 persen).

"Data ini menunjukkan dampak finansial dari judi online tidak hanya berimbas pada kondisi keuangan pribadi, tetapi juga memaksa kelas menengah untuk memangkas kebutuhan dasar dan rekreasi keluarga," ujar Managing Partner Inventure Yuswohady dalam konferensi pers Indonesia Industry Outlook 2025 yang diikuti secara daring, Selasa (22/10/2024).

Riset ini juga menyoroti kemudahan akses judi online melalui smartphone dan platform digital, yang dipadukan dengan maraknya pinjaman online. Kombinasi ini berpotensi membahayakan stabilitas keuangan rumah tangga kelas menengah.

Dengan terjebak dalam lingkaran utang akibat pinjol memaksa kelas menengah untuk melakukan penyesuaian drastis dalam pengelolaan keuangan. Hal ini pada gilirannya memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan.

Lebih jauh, riset yang diselenggarakan oleh Inventure dengan melibatkan 450 total responden juga mengungkap lebih dalam tentang kelas menengah yang mengalami penurunan daya beli ini. Dari angka 49 persen tadi, ternyata terbagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok aspiring middle class dan middle class. 

Sebanyak 67 persen responden dari kelompok aspiring middle class ini melaporkan daya beli mereka menurun, sedangkan untuk middle class hanya 47 persen. Artinya, aspiring middle class (kelas menengah bawah) adalah kelompok yang paling rentan terhadap penurunan daya beli dibanding kelas middle class.

Ini menunjukkan tekanan ekonomi saat ini lebih dirasakan oleh kelompok aspiring middle class dibandingkan dengan kelas middle class. Terdapat, tiga faktor utama yang membuat daya beli mereka turun adalah kenaikan harga kebutuhan pokok (85 persen), mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan (52 persen), serta pendapatan yang stagnan (45 persen).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement