Rabu 02 Oct 2024 16:21 WIB

Ekonom Ungkap Sebab Tinggi Biaya Logistik Indonesia

Piter mengapresiasi langkah sejumlah BUMN seperti PT Pos Indonesia.

Pengamat ekonomi Piter Abdullah.
Foto: Republika/Lida
Pengamat ekonomi Piter Abdullah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menyoroti tingginya biaya logistik Indonesia. Piter menyampaikan upaya masif yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam meningkatkan pembangunan infrastruktur belum berdampak signifikan terhadap biaya logistik nasional.

"Upaya menurunkan biaya logistik itu sudah dicanangkan Pak Jokowi sepuluh tahun lalu. Beliau sudah bangun infrastruktur, perbaiki konektivitas, reformasi BUMN, tetapi ternyata biaya logistik kita masih tinggi," ujar Piter dalam acara Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas bertajuk "Smart Supply Chain, Digitalisasi Sistem Logistik Indonesia" di Sarinah, Jakarta, Rabu (2/10/2024).

Baca Juga

Piter mengapresiasi langkah sejumlah BUMN seperti PT Pos Indonesia hingga PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) melakukan sistem logistik berbasis digital. Namun, menurut Piter, hal tersebut belum cukup untuk mengurangi mahalnya biaya logistik secara nasional.

"Kalau secara mikro, Pos Indonesia dan Pelindo itu sudah melakukan reformasi luar biasa dengan digitalisasi," ucap Piter.

Piter menyebut upaya positif ini memerlukan dukungan kebijakan pemerintah untuk menurunkan biaya logistik. Piter mengingatkan tingginya biaya logistik memiliki andil besar dalam memperbaiki daya saing Indonesia di kancah global dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Ada persoalan besar yang harus diperbaiki yakni rantai pasok dan sistem logistik kita," sambung Piter.

Piter menilai persoalan biaya logistik berkutat pada aspek supply dan demand yang masih berfokus di Pulau Jawa. Piter menyebut ketimpangan logistik antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa membuat biaya logistik Indonesia menjadi lebih tinggi daripada negara lain.

"Contohnya kirim ke luar Jawa penuh, tapi ketika kembali itu kosong. Konsep pemikiran mengatasi ketidakseimbangan itu yang sampai sekarang belum selesai," kata Piter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement