REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti turut berbicara mengenai isu ekspor pasir laut. Jelas ia mengkritisi hal itu.
Pemerintah, baik melalui Presiden Joko Widodo dan berbagai pejabat KKP menegaskan, yang diekspor bukan pasir laut, melainkan sedimen yang mengganggu jalannya lalu lintas kapal, aktivitas nelayan, ekosistem laut, dan sebagainya. Secara aturan justru memperbolehkan hal itu.
Susi menegaskan apa pun namanya, baik itu pasir maupun sedimen, tetap sangat penting bagi keberadaan masyarakat. Ini konteksnya masyarakat Indonesia. Menurutnya, jika memang dilakukan pengambilan pasir atau sedimen, sebaiknya bukan untuk dikirim ke luar negeri.
"Bila kita mau ambil pasir/sedimen pakelah untk meninggikan wilayah Pantura Jawa dll yg sudah parah kena abrasi dan sebagian sudah tenggelam. Kembalikan tanah daratan sawah2 rakyat kita di Pantura. BUKAN DIEKSPOR!! Andai dan semoga yg mulia yg mewakili rakyat Indonesia memahami. Terimakasih," tulis Susi di media sosial X miliknya, dikutip Republika.co.id, Jumat (20/9/2024).
Poin utama dari pernyataan Mantan Menteri KKP itu adalah tentang pasir atau sedimen yang sangat penting. Sehingga tidak perlu 'diganggu' keberadaannya. Namun jika memang harus ada yang dikeruk karena banyaknya endapan, sebaiknya digunakan untuk kebutuhan dalam negeri yang selama ini terdampak abrasi.
Pemerintah fokus memberi pemahaman bahwa yang diekspor bukan pasir laut, melainkan material hasil sedimentasi. Pertanyaannya apa perbedaan dua materi tersebut?
Jika dikutip dari berbagai sumber, intinya, pasir bisa menjadi bagian dari sedimen. Sementara sedimen, terdiri dari berbagai materi hasil pelapukan batuan, sampah, kemudian terbawa kemana-mana karena erosi, mengendap, menumpuk di suatu tempat, hingga mengakibatkan pendangkalan.
Ada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Pembukaan keran ekspor ini tertuang dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor' dan 'Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Sebelumnya pada 2003, Presiden Megawati Soekarno Soekarnoputri menghentikan penjualan pasir laut ke luar negeri karena dinilai merusak lingkungan. Dalam pandangan pemerintah saat ini, aturan tersebut tetap berlaku, karena yang diizinkan ekspor bukan pasir laut, tapi materi hasil sedimentasi laut.