Kamis 19 Sep 2024 08:15 WIB

Jangan Buru-Buru Ekspor, Bahlil: Potensi EBT Ibarat Cewek Cantik yang Harus Jual Mahal

Potensi EBT di Indonesia salah satu yang diperebutkan di Asia Tenggara.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Friska Yolandha
Energi terbarukan (ilustrasi).
Foto: Dok Republika
Energi terbarukan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan potensi Energi Terbarukan (EBT) Indonesia cukup menggiurkan. Salah satu yang diperbutkan di kawasan Asia Tenggara.

Menurut Bahlil, situasi saat ini, industri manufaktur banyak negara di seluruh dunia berorientasi pada EBT, dan harus green industry. Indonesia mempunyai potensi EBT sangat besar, dan kapasitas penyimpanan emisi CO2 yang tidak dimiliki negara lain. 

Baca Juga

"Maka saya sudah perintahkan kepada dirjen listrik dan dirjen EBT agar jangan terburu-buru untuk kita mau dengan mudah melakukan proses ekspor EBT pak," kata Menteri ESDM di hadapan Presiden Joko Widodo dan para hadirin lain pada acara pembukaan Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024 di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2024).

Ia tidak dalam rangka melarang ekspor EBT. Namun Bahlil mengharapkan kepentingan dalam negeri didahulukan. Dengan cara demikian,  ia optimistis semakin menarik bagi para investor.

Artinya, industri manufaktur akan berdatangan ke Tanah Air. Bahlil menganalogikan kondisi alam Indonesia seperti wanita cantik yang berusaha didekati banyak lelaki. Perlu banyak pertimbangan untuk merespons godaan yang datang.

"Namanya cewek cantik itu pasti banyak rayuan, tapi kita usahakan harus cewek cantik yang berkarakter. Jangan jadi cewek cantik yang gampang dibelai oleh orang-orang yang tidak jelas itu," ujar tokoh kelahiran Maluku Tengah itu.

Ia menjelaskan kapasitas listrik di Indonesia setara 93 ribu mega watt (MW) atau 93 gigawatt (GW). Sebanyak 15 persen di antaranya berasal dari EBT (13,7 GW).

Sebelumnya pemerintah menetapkan target bauran energi nasional dari EBT sebesar 23 persen pada 2025. Bahlil mengakui agak sulit mencapai tujuan tersebut. Setelah berkomunikasi dengan PLN, ia mengetahui penyebabnya.

"Jadi ternyata sumber EBT kita itu besar, namun jaringannya yang belum terkonek. Contoh EBT di Riau,  tetapi jaringan listriknya yang belum ada disana untuk menghubungkan. Itulah faktor penyebabnya," ujar Bahlil.

Energi panas bumi menjadi instrumen penting meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi nasional. Menteri ESDM mengatakan potensi geothermal Indonesia sebesar 40 persen dari potensi seluruh dunia atau setara 24 GW.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement