Selasa 10 Sep 2024 08:12 WIB

Wacana Tabungan Pensiun Bisa Turunkan Beban Anak Biayai Orang Tua

Pemerintah harus menyelesaikan masalah sebelum menerapkan kebijakan tersebut.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda.
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mendukung upaya meningkatkan manfaat pensiun bagi para pekerja. Nailul menyampaikan manfaat pensiun saat ini masih sangat rendah yakni sekitar 10 persen sampai 15 persen dari penghasilan terakhir yang diterima atau lebih rendah dari standar International Labor Organization (ILO) sebesar 40 persen.

"Saya sangat mendukung replacement ratio untuk pensiun karyawan mencapai 40 persen karena memang untuk mencapai kebutuhan minimal rasio tersebut sudah disepakati bersama," ujar Huda saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (9/9/2024).

Baca Juga

Huda menilai replacement ratio yang lebih tinggi juga semakin menurunkan beban anak dalam membiayai kebutuhan orang tua ketika pensiun dan tidak menjadi sandwich generation. Huda menyampaikan replacement ratio saat ini sebesar 10 persen hingga 15 persen karena ada anggapan biaya hidup orang tua ketika pensiun dibiayain oleh anak-anaknya.

"Ini yang harus diubah agar tidak menjadi beban anak-anaknya ke depan," ucap Huda.

Huda menyampaikan peningkatan replacement ratio dapat dilakukan dengan sejumlah langkah, salah satunya dengan peningkatan tambahan iuran wajib yang disesuaikan dengan peningkatan pendapatan atau gaji. Huda menyebut placement dana pensiun yang juga ditempatkan di portofolio yang menguntungkan serta aman.

Namun demikian, Huda menilai pemerintah harus menyelesaikan sejumlah masalah sebelum menerapkan kebijakan tersebut. Huda menyampaikan trust issue atau isu kepercayaan terhadap pengelolaan dana pensiun oleh pemerintah masih amburadul di mata masyarakat.

"Kasus terakhir dugaan korupsi Taspen sebesar Rp 1 triliun. Jika tidak bisa diselesaikan atau dibenahi terlebih dahulu, program ini tidak akan berjalan," lanjut Huda.

Huda menyoroti penurunan daya beli yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah seperti kenaikan tarif PPN 11 persen tahun lalu, serta harga barang pokok yang semakin meningkat. Huda menyarankan pemerintah membatalkan rencana kenaikan tarif PPN ke 12 persen tahun depan agar tidak semakin membebani masyarakat.

"Ada baiknya program dana pensiun pemerintah ini diukur juga dengan iuran yang naiknya gradual. Jangan tiba-tiba langsung naik secara signifikan yang akan membebani masyarakat," sambung Huda.

Huda menyampaikan pemerintah juga memiliki pekerjaan rumah dalam meningkatkan pertumbuhan pendapatan tenaga kerja dari 1,5 persen menjadi minimal angka inflasi sekitar tiga persen. Huda menilai pemerintah bisa menggenjoy kenaikan UMP sebesar inflasi plus pertumbuhan ekonomi atau sekitar delapan persen per tahun.

"Ini juga harus diakselerasi dengan tepat," kata Huda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement