REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menggelar Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulan Agustus 2024. Di antara hal yang disimpulkan adalah mengenai ekspektasi penurunan suku bunga The Federal Reserve/ Fed Funds Rate (FFR) dinilai berdampak pada menguatnya pasar keuangan di emerging market, termasuk Indonesia.
“Di tengah perkembangan ekonomi global, yang didorong terutama oleh ekspektasi penurunan FFR dalam waktu dekat ini, pasar keuangan emerging market mayoritas menguat terutama di pasar obligasi dan nilai tukar,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam rapat RDK bulan Agustus 2024 yang digelar secara daring, Jumat (6/9/2024).
Mahendra menjelaskan lebih lanjut bahwa para komisionr OJK dalam rapat bulanan yang digelar pada 28 Agustus 2024 lalu, menilai bahwa sektor jasa keuangan Indonesia terjaga stabil. Hal itu didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuidtas memadai di tengah ketidakpastian global akibat meningkatnya tensi geopolitik serta perlambatan perekonomian global.
“Kinerja perekonomian global secara umum masih melemah dengan inflasi termoderasi diiringi cooling down pasar tenaga kerja di AS. Di tengah ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga kebijakan dari bank sentral AS atau FFR pada tahun 2024 ini,” terangnya.
Dijelaskan pula kondisi perekonomian di Eropa yang menurut hemat para dewan komisioner OJK dinilai belum solid, di tengah inflasi yang tersistem dan ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga bank sentral pada September 2024. Begitu juga di China, pertumbuhan ekonomi melambat akibat permintaan konsumen yang melemah.
“Tensi geopolitik global terpantau meningkat sejalan dengan tingginya dinamika politik di AS menjelang Pilpres pada November, serta potensi instabilitas di Timur Tengah dan Rusia akibat berlanjutnya perang di kedua kawasan itu. Selanjutnya, kelemahan demand secara global turut menyebabkan harga komoditas melemah,” terangnya.
Mahendra mengatakan, di pasar domestik, kinerja perekonomian diklaim masih cukup positif dan cenderung stabil dengan tingkat inflasi inti yang terjaga serta neraca perdagangan yang tercatat surplus.
“Namun perlu dicermati pemulihan daya beli yang saat ini berlangsung relatif lambat,” ungkapnya.
Mahendra melanjutkan, di tengah tingginya ketidakpastian akibat eskalasi tensi geopolitik global, OJK tetap mewaspadai faktor risiko tersebut dan potensi dampak rambatannya terhadap sektor jasa keuangan, sehingga diharapkan dapat mengambil langkah antisipatif. Serta meminta industri untuk memonitor secara berkala dan melakukan mitigasi seperti menyediakan buffer yang memadai dan pelaksanaan uji ketahanan secara periodik.