Kamis 05 Sep 2024 22:05 WIB

Faisal Basri: Orang Miskin Nikmatnya Manis Hidup Hanya dari Gula

Faisal Basri sering menyinggung soal harga gula menentukan hidup orang miskin.

Rep: Dian Fath Risalah    / Red: Gita Amanda
Ekonom Faisal Basri pernah mengatakan orang miskin nikmatnya manis hidup hanya dari gula. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Ekonom Faisal Basri pernah mengatakan orang miskin nikmatnya manis hidup hanya dari gula. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Faisal Basri meninggal dunia pada Kamis (5/9/2024). Faisal berpulang pada sekira pukul 03.50 WIB di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan. Pria kelahiran Bandung, 6 November 1959 itu meninggal pada usia 64 tahun.

Dalam cuitannya di X, Mantan Menteri Keuangan Indonesia Chatib Basri menuliskan Indonesia telah kehilangan salah satu ekonom terbaiknya. Chatib mengatakan, ia banyak sekali belajar dari sosok Faisal Basri yang tidak hanya soal ekonomi. Almarhum merupakan sosok teladan dalam integritas, keteguhan sikp dan komitmen pada demokrasi dan keadilan.

Baca Juga

"Faisal Basri adalah salah satu ekonom terbaik yang pernah dimiliki bangsa ini. Terakhir saya bersama Bang Faisal berbicara untuk menyambut 900 mahasiswa FEB UI yang baru tanggal 16 Agustus 2024. Selamat jalan Bang Faisal, selamat jalan kawan, senior dan guru!" tulisnya dikutip Kamis (5/9/2024).

Menanggapi cuitan Chatib, Siddu salah satu mahasiswa Faisal Basri dalam mata kuliah Ekonomi Pembangunan menceritakan ciri khas Faisal Basri sosok sederhana dan santai yang mengajar sambil merokok. "Pak Faisal Basri adalah dosen saya di ekonomi pembangunan yang tidak akan pernah dilupakan (ciri khas beliay mengajar sambil merokok). Bahkan pidato beliau bahwa manisnya hidup yang bisa dinikmati orang miskin Indonesia hanya gula, masih valid sampai detik ini. Thank you Pak Faisal," tulis Siddu melalui X miliknya @Siddu_Rocky2.

Dalam pidatonya Faisal Basri memang sering menyinggung soal harga gula menentukan hidup orang miskin. Alasannya, komoditas pemanis makanan dan minuman ini jadi salah satu dari tiga komponen yang paling banyak dikonsumsi. Dia menjelaskan, masyarakat kurang mampu butuh harga gula yang murah dan stabil sehingga tidak membebani biaya kehidupan mereka.

Menurutnya, masyarakat kalangan bawah hanya butuh ketiga komponen yakni beras, rokok dan gula untuk menjalani hidup. Sehingga, ketika harga gula bergejolak bisa jadi hal sensitif. 

"Orang miskin nikmatnya manis hidup hanya dari gula, yang lain tidak bisa. Di desa disuguhkan teh dan kopi itu manis sekali, relatif sensitif ke orang miskin," ujar dia pada pertengahan 2016.

Faisal Basri diketahui memiliki riwayat pendidikan mentereng. Dia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (1985) dan meraih gelar Master of Arts bidang ekonomi di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika (1988), sebagaimana dikutip dari laman LPEM FEB UI.

Keponakan dari mendiang mantan wakil presiden RI Adam Malik ini memulai karir sebagai pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia untuk mata kuliah Ekonomi Politik, Ekonomi Internasional, Ekonomi Pembangunan, dan Sejarah Pemikiran Ekonomi.

Faisal juga merupakan pengajar pada Program Magister Akuntansi (Maksi), Program Magister Manajemen (MM), Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Pembangunan (MPKP), dan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (1988-sekarang).

Dalam karir akademisnya, Faisal pernah menjadi Ketua Jurusan ESP (Ekonomi dan Studi Pembangunan) FEB UI (1995-1998), dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta (1999-2003).

 Sementara di bidang pemerintahan, Faisal Basri pernah mengemban amanah sebagai anggota Tim “Perkembangan Perekonomian Dunia” pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang EKUIN (1985-1987) dan anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI (2000).

 Dalam catatan Republika, Faisal juga merupakan salah satu satu pendiri organisasi Majelis Amanah Rakyat (Mara), yang di kemudian hari menjadi Partai Amanat Nasional (PAN). Faisal pernah menjabat sekjen DPP PAN berpasangan dengan Amien Rais yang menjadi ketum PAN pada awal Reformasi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement