Senin 02 Sep 2024 18:13 WIB

BEI Masih Enggan Ungkap Emiten yang Terlibat Kasus Suap Karyawannya

BEI telah memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang menjadi kewenangannya.

Rep: Eva Rianti/ Red: Lida Puspaningtyas
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik, saat hadir di acara peluncuran indeks IDX-Infovesta Multi-Factor 28 di BEI, Jakarta, Senin (2/9/2024).
Foto: Eva Rianti
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik, saat hadir di acara peluncuran indeks IDX-Infovesta Multi-Factor 28 di BEI, Jakarta, Senin (2/9/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik mengatakan, pihaknya masih memproses kasus suap yang melibatkan karyawannya. Namun, ia enggan mengungkap identitas dugaan emiten-emiten yang terlibat dalam kasus tersebut.

“Saya kira itu sedang dalam proses, nanti kita tunggu saja bersama-sama,” kata Jeffrey usai acara Peluncuran Indeks IDX-Infovesta Multi-Factor 28 di Kantor BEI, Jakarta, Senin (2/9/2024).

Baca Juga

Jeffrey menekankan bahwa semua pihak sedang berproses dalam menangani kasus tersebut. Baik dari pihaknya, maupun juga dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga, pihaknya belum mau mengungkapkan lebih lanjut, termasuk adanya dugaan keterlibatan emiten.

“Saya kira semuanya sedang berproses, di OJK juga ada proses, di kami juga ada proses jadi kita tunggu saja proses ini,” tegasnya, masih enggan mengungkit lebih lanjut.

Jeffrey membantah bahwa kasus suap yang melibatkan beberapa karyawannya merupakan bentuk kecolongan dari BEI. Dia menegaskan telah memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang menjadi kewenangannya, dan terus melakukan proses investigasi.

“Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya untuk proses IPO-nya sendiri tidak ada masalah, tetap berjalan sesuai dengan prosedur, yang salah adalah karyawan bursa menerima gratifikasi atau menerima imbalan,” terangnya.

Dengan adanya kasus tersebut, Jeffrey menekankan, pihaknya akan terus berkomitmen untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan integritas internal BEI.

“Untuk peningkatan integritas itu, adalah proses yang tidak pernah berhenti akan jalan terus di bagian manapun di seluruh bursa. Jadi ada proses yang jalan terus,” tutur dia.

Sebelumnya, beredarnya pemberitaan ihwal pelanggaran oknum karyawan BEI terkait permintaan imbalan dan gratifikasi atas jasa penerimaan emiten untuk dapat tercatat sahamnya (IPO) di BEI pada pekan lalu. Menanggapi itu, BEI menyatakan berkomitmen memenuhi prinsip Good Corporate Governance melalui penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) melalui implementasi ISO 37001:2016.

“Seluruh karyawan BEI dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apapun (termasuk namun tidak terbatas pada uang, makanan, barang dan/atau jasa) atas layanan atau transaksi yang dilakukan BEI dengan pihak ketiga,” kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI I gede Nyoman Yetna dalam keterangan, Senin (26/8/2024).

Berdasarkan pelanggaran tersebut, BEI telah melakukan tindakan disiplin yang sesuai dengan prosedur serta kebijakan yang berlaku. Nyoman menambahkan, apabila mengetahui tindakan pelanggaran terkait dengan SMAP, maka dapat dilaporkan melalui saluran Whistleblowing System - Letter to IDX pada tautan berikut https://wbs.idx.co.id.

Melansir surat yang beredar di kalangan wartawan di Jakarta, Senin (26/8/2024), manajemen BEI pada Juli sampai Agustus 2024 akhirnya melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada lima orang karyawan mereka, sebagai buntut dari ditemukannya pelanggaran oleh oknum karyawan terkait permintaan imbalan dan gratifikasi atas jasa penerimaan emiten untuk dapat tercatat sahamnya di BEl.

Kelima karyawan tersebut berasal dari Divisi Penilaian Perusahaan BEl, divisi yang bertanggung jawab terhadap penerimaan calon emiten. Mereka disebut telah meminta sejumlah imbalan uang dan gratifikasi atas jasa analisa kelayakan calon emiten untuk dapat tercatat sahamnya di BEI.

“Atas imbalan uang yang diterima tersebut, oknum karyawan tersebut membantu memutuskan proses penerimaan calon emiten untuk dapat listing dan diperdagangkan sahamnya di bursa,”seperti tertulis dalam surat tersebut.

Praktek oleh karyawan penilaian perusahaan tersebut telah berjalan beberapa tahun dan melibatkan beberapa emiten yang saat ini telah tercatat sahamnya di bursa, dengan nilai uang imbalan berkisar ratusan juta sampai satu miliaran rupiah per emiten.

Melalui praktek terorganisir ini, bahkan para oknum tersebut membentuk suatu perusahaan (jasa penasehat), yang pada saat dilakukan pemeriksaan ditemukan sejumlah akumulasi dana sekitar Rp20 miliar.

Proses penerimaan emiten untuk dapat masuk bursa ini, disinyalir juga melibatkan oknum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki kewenangan untuk menyatakan sebuah perusahaan layak melakukan penawaran umum atau IPO saham, dan selanjutnya mencatatkan sahamnya di bursa. Eva Rianti 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement