Senin 26 Aug 2024 16:50 WIB

Sinyal FFR Turun Makin Kuat, Rupiah Perkasa

Rupiah mengalami penguatan 53,50 poin menuju level Rp 15.438 per dolar AS.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Teller menghitung mata uang Dolar AS. Rupiah menunjukkan sinyal penguatan. (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Teller menghitung mata uang Dolar AS. Rupiah menunjukkan sinyal penguatan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah menguat pada perdagangan Selasa (26/8/2024), seiring dengan semakin kuatnya sinyal Fed Funds Rate (FFR) akan turun pada September 2024.  Mengutip Bloomberg, mata uang rupiah mengalami penguatan 53,50 poin atau 0,35 persen menuju level Rp 15.438 per dolar AS pada penutupan perdagangan Senin (26/8/2024). Rupiah masih konsisten menjauhi level psikologis di angka Rp16.000 per dolar AS. 

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi berpendapat, melemahnya dolar AS karena kuatnya sinyal Bank Sentral AS, The Federal Reserve akan segera menurunkan suku bunga dalam waktu dekat, menjadi sentimen penguatan mata uang Garuda.

Baca Juga

“Ketua Federal Reserve Jerome Powell memberikan sinyal yang jelas bahwa pemotongan suku bunga AS yang telah lama diantisipasi akan terjadi bulan depan. Pada pidato utamanya di konferensi ekonomi tahunan Kansas City Fed di Jackson Hole, Wyoming, Powell mengatakan ‘sudah waktunya bagi kebijakan untuk menyesuaikan diri’, mengingat risiko kenaikan inflasi telah berkurang dan risiko penurunan lapangan kerja telah meningkat,” kata Ibrahim dalam keterangan pers, Senin (26/8/2024). 

Ibrahim memandang bahwa para pedagang terus bertaruh pada pemotongan suku bunga seperempat poin persentase dalam pertemuan The Fed pada 17-18 September 2024, dengan peluang 65 persen setelah pernyataan Powell keluar. 

“Namun, mereka mempekirakan peluang sekitar satu dari tiga untuk pemotongan suku bunga sebesar 50 basis poin yang lebih besar, naik dari peluang sebelumnya yang sedikit lebih dari satu dari empat,” tuturnya. 

Sementara itu, sentimen internal penguatan rupiah datang dari kondisi politik di Indonesia yang belakang ini mengalami eskalasi, yang langsung disusul kondisi cooling down. Sempat terjadi demonstrasi besar-besaran menolak RUU Pilkada pada Kamis (22/8) dan membuat rupiah mengalami kejatuhan. Namun kejatuhan itu tertahan sesaat setelah DPR urung mengesahkan RUU problematik tersebut. 

Selain itu, Bank Indonesia (BI) menyatakan, faktor politik saat ini tidak lagi memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian nasional, serta anggapan bahwa masyarakat Indonesia sekarang sudah dewasa dalam menanggapi dinamika politik nasional. Hal itu dilihat dari tidak terlalu parahnya kontraksi yang dialami rupiah, yang mana kini terus bergerak menjauhi angka Rp 16 ribu per dolar AS. 

Sehingga fundamental ekonomi dinilai lebih kuat dibandingkan faktor politik. Unsur-unsur fundamental itu antara lain pertumbuhan ekonomi yang sangat sehat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil dari instrument investasi yang tinggi.  

“Hal ini dapat dilihat dari nilai tukar rupiah yang tak terkontraksi terlalu dalam dan kembali menguat setelah sentimen global mulai mereda. Selain itu, secara domestik, pertumbuhan ekonomi hingga 5 persen dan tingkat inflasi sekitar 2 persen dalam jangka panjang menunjukkan ekonomi Indonesia sangat sustain dalam menghadapi setiap gejolak yang ada,” jelasnya. 

Dengan melihat pergerakan rupiah dan sentimen-sentimen yang memengaruhinya, Ibrahim memprediksi rupiah akan melanjutkan penguatan pada Selasa (27/8/2024). Diproyeksikan pergerakannya akan berkisar pada rentang Rp 15.370-Rp 15.460 per dolar AS. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement