REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendukung dan mendorong konsolidasi perbankan, termasuk melalui spin off dan merger. Karena, salah tujuan spin off dan merger adalah guna memperkuat struktur perbankan syariah di Indonesia.
"Tujuan dari spin off sangat baik dalam konteks kompetisi dan peningkatan layanan perbankan syariah," ujarnya dalam dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan Juli 2024, Senin (5/8/2024).
Saat ini, baru PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang menjadi bank umum syariah tanpa kompetitor yang tak sebanding. Akibatnya pun sebenarnya cukup fatal lantaran menciptakan persaingan yang tidak sehat. "Memang tidak bagus ya kalau ada bank syariah yang sangat besar sendirian seperti BSI, tanpa ada kompetitor, karena ini secara competition policy kurang bagus," kata dia.
Oleh karenanya, ia membantah tudingan adanya siasat yang dilakukan beberapa UUS Jumbo seperti CIMB Niaga Syariah menurunkan aset agar terhindar dari kewajiban spin off. Ia pun menekankan, bila sudah ada UUS yang memenuhi persyaratan agar segera mengajukan rencana spin-off secara resmi kepada OJK.
Hal ini lantaran proses pengajuan memerlukan persiapan yang memadai terkait dengan model bisnis dan hal-hal lainnya yang harus sempurna yakni sekitar 2 tahun lamanya. Dian berharap dengan adanya spin off, akan muncul lebih banyak bank syariah yang kompetitif dan mampu memberikan layanan terbaik kepada masyarakat.
"Ini sejalan dengan visi kami untuk menciptakan industri perbankan syariah yang kuat dan kompetitif di Indonesia," kata Dian.
Menurut Dian, semakin besar bank maka akan terjadi efisiensi yang sangat luar biasa. Hal ini sudah dibuktikan oleh beberapa baml yang melakukan merger sejak dulu, termasuk BSI. Ia pun optimistis beberapa UUS yang sudah memenuhi persyaratan spin off atau merger untuk segera melakukan pemisahan unit.
Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS) tanggal 12 Juli 2023, pengaturan UUS mulai pembukaan, kepengurusan, jaringan kantor, sampai dengan pencabutan izin usaha UUS atas permintaan bank umum konvensional (BUK).
POJK ini memiliki substansi penguatan UUS yang terdiri atas aspek penguatan permodalan (dana usaha), tanggung jawab pengembangan UUS yang melibatkan seluruh anggota direksi dan dewan komisaris BUK. Termasuk, pemanfaatan sumber daya BUK oleh UUS, serta kewajiban untuk menyusun rencana tindak penguatan UUS dalam rencana korporasi BUK induknya.