REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Capaian pertumbuhan lima persenan selama 1 dekade ini belum cukup menjadi titian tangga untuk menuju high income country di 2045. Dibutuhkan pertumbuhan ekonomi 6–7 persen tiap tahun untuk menuju kesana.
Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, menjelaskan badai suku bungai tinggi menghantam berbagai kawasan, arusnya membawa negara emerging market menuju gelombang pasang suku bunga.
Namun menurut dia, sejumlah negara peers, para tetangga sebelah bisa bertahan. Interest rate Thailand masih sangat rendah, hanya 2,5 persen, dengan skor business confidence 48 point. Malaysia interest rate 3 persen, business confidence 94 point, sedangkan Vietnam interest ratenya 4,5 persen dan business confidence 54 point.
Sementara Indonesia interest ratenya, kata dia, mencapai 6,25 persen dan business confidence hanya 14,11 point, terendah dari negara-negara peers.
“Mengapa business confidence kita rendah dibanding negara peers ? Sebab kita belum bisa keluar dari berbagai problema struktural (ekonomi biaya tinggi, ketidakpastian kebijakan, rentang birokrasi yang berbelit, tenaga kerja skil rendah, menurunnya demokrasi, dan persepsi korupsi, dan lain-lain,” kata dia dalam keterangannya, Senin (8/7/2024).
“Padahal dengan konfidensi bisnis yang sangat baik, akan menjadi modal bagi pemerintah dan BI mengelola kebijakan makro, terutama suku bunga dan nilai tukar,” kata dia menambahkan.
Lebih lanjut, mencermati laporan realisasi semester 1 2024, pendapatan negara mencapai Rp. 1.320,7 triliun atau 47 persen dari target APBN 2024, menurut Said, capaian ini cukup meyakinkan untuk mencapai target hingga akhir tahun, akan tetapi pemerintah perlu mewaspadai realisasi penerimaan perpajakan lebih rendah dibanding periode yang sama ditahun lalu.
“Penerimaan perpajakan mencapai Rp. 1.028 triliun atau hanya 44,5 persen dari target, padahal semester 1 tahun 2023 mencapai 56,4 persen,” ujar dia.
Dia menyebutkan, pada semester 1 tahun 2024, realisasi belanja negara mencapai Rp. 1.398 triliun atau 42 persen dari target APBN 2024. Pimpinan Banggar DPR mengapresiasi kedisiplinan bendahara negara dalam mengelola belanja negara, setidaknya akselaratif dengan realisasi pendapatan negara ditahun berjalan.
Sedangkan terkait Laporan Realisasi APBN semester 1 tahun 2024, Pimpinan Banggar DPR meminta pemerintah berhati hati, sebab prognosis defisit APBN lebih besar dari target APBN 2024.
Undang Undang APBN 2024 merencanakan defisit sebesar 2,29 persen PDB atau Rp. 522,8 triliun, namun prognosis defisit hingga akhir tahun berpotensi mencapai 2,7 persen PDB setara Rp. 609,7 triliun.
“Hal ini terjadi lantaran potensi pembengkakan belanja negara dari rencana Rp. 3.325,1 menjadi Rp. 3.412,2 triliun,” tutur dia.
Said menambahkan, pimpinan Banggar DPR berpandangan di tengah transisi peralihan pemerintahan, sebaiknya proyek-proyek kejar tayang yang tidak terlalu signifikan untuk menjadi daya ungkit pertumbuhan ekonomi, dan pembukaan lapangan kerja, hendaknya pelaksanaannya dipertimbangkan ulang.
“Langkah ini semata mata agar ruang fiskal tetap sehat ditengah sentimen eksternal yang kurang menguntungkan, serta tidak mewariskan beban keuangan bagi pemerintahan berikutnya,” kata dia.