REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Crypto Analyst Reku Fahmi Almuttaqin memandang bahwa penurunan inflasi Amerika Serikat (AS) turut menggambarkan potensi positif bagi investor untuk masuk ke instrumen yang lebih berisiko seperti aset kripto. Harga bitcoin menghijau pascarilis tingkat inflasi AS.
“Sebab, sinyal pelonggaran kebijakan ekonomi AS dapat berpotensi menarik minat investor untuk berinvestasi pada instrumen yang cenderung berisiko seperti kripto. Namun, dengan dinamika yang sangat tinggi di pasar kripto, investor perlu berhati-hati dan selalu membuat keputusan investasi dengan bijak,” kata Fahmi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Sebagai informasi, inflasi Indeks Harga Belanja Personal (PCE) AS turun menjadi 2,6 persen secara tahunan (yoy) pada Mei 2024 dari 2,7 persen pada April 2024. Kemudian PCE inti naik sebesar 0,1 persen secara bulanan (mtm) pada Mei 2024 atau kenaikan terkecil sejak November 2023.
Setelah rilis data inflasi PCE di akhir pekan lalu itu, catat Reku, mulai terlihat pemulihan harga Bitcoin dan sinyal awal pembalikan arah tren harga. Bitcoin menghijau hampir 6 persen pascarilis data tersebut dari level 60.000 dolar AS ke 63.500 dolar AS pada Senin (1/7) dan Selasa (2/7) setelah melemah selama beberapa pekan sebelumnya.
Reku mencatat, pemulihan harga juga tercermin pada sejumlah aset kripto lainnya, terlebih aset kripto dari sektor infrastruktur seperti ENS, ZRO, TAIKO, dan meme coin seperti WIF, POPCAT, WEN, dan MOG. Selain itu, aset kripto utama seperti Solana (SOL) dan Toncoin (TON) juga turut terapresiasi. Pada Rabu siang, Bitcoin terkoreksi dan berada di level 60.900 dolar AS.
Fahmi mengatakan bahwa dinamika yang terjadi pada akhir-akhir ini semakin menyoroti pengaruh perkembangan situasi ekonomi AS terhadap pasar kripto.
Beberapa indikator seperti Alts Buy Signal yang dikompilasi oleh Cryptokoryo di platform Dune, saat ini mengindikasikan situasi strong buy untuk altcoin pada strength level yang belum pernah terlihat sebelumnya. Hal ini, catat Reku, mengindikasikan masih besarnya potensi yang ada pada aset kripto alternatif selain Bitcoin pada kondisi saat ini.
Kendati demikian, Fahmi juga mengingatkan bahwa altcoin cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan Bitcoin. Selain karena kapitalisasi pasar dan likuiditas Bitcoin yang lebih besar, popularitas altcoin juga tidak setinggi Bitcoin.
“Namun, saat ini tidak sedikit altcoin yang memiliki potensi teknologi menjanjikan, yang bahkan apabila kelak mencapai skala tertentu dapat memiliki nilai manfaat yang berpotensi jauh lebih besar dibandingkan yang Bitcoin bisa tawarkan. Periode awal pertumbuhan industri kripto, selayaknya pada industri lainnya, menawarkan banyak inovasi menarik yang berpotensi membentuk cara kerja baru di masa depan,” kata Fahmi.
Di tengah potensi yang ada, Reku juga terus mengimbau investor untuk mengambil keputusan yang cermat dan tidak tergesa-gesa. Investor bisa melakukan menabung rutin dan memantau kondisi pasar secara reguler. Selain itu, investor juga bisa melakukan diversifikasi ke altcoin lainnya sambil memanfaatkan fitur yang disediakan Reku.