Senin 01 Jul 2024 18:27 WIB

Aktivitas Dagang Indonesia-Israel Terus Bergulir, Pengamat: Bisa Picu Ketegangan

Hal itu dinilai dapat menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi kegiatan peti kemas.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ilustrasi kegiatan peti kemas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Aktivitas impor barang dari Israel ke Indonesia ternyata terus bergulir hingga mencatatkan lonjakan yang tajam pada periode Januari—April 2024. Hal itu dinilai dapat menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat, seiring dengan keberpihakan Indonesia pada Palestina atas penindasan yang dilakukan Zionis Israel.

“Harusnya pemerintah mengevaluasi terkait produk-produk dari Israel yang beredar di sini. Kalau bisa ya disetop,” kata pengamat dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah saat dihubungi Republika, Senin (1/7/2024).

Baca Juga

Trubus mengatakan, pemerintah harus memiliki ketegasan dalam kegiatan perdagangan dengan Israel. Indonesia sendiri hingga saat ini tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara Zionis, sehingga untuk urusan perdagangan juga mesti dipertegas untuk menolaknya.

“Kalau hubungannya kurang baik, sebaiknya tidak memperjualbelikan lah karena ini menimbulkan sentimen publik. Ini kan ada sentimen terkait dengan ulah Israel belakangan ini yang sangat brutal mengebom RS Indonesia di Palestina, banyak orang Indonesia yang jadi korban,” terangnya.

Trubus juga secara spesifik menyinggung para pelaku usaha yang turut andil dalam aktivitas impor dan ekspor antara Indonesia dengan Israel. Semestinya mereka juga peka terhadap situasi publik saat ini.

“Menurut saya para eksportir atau pelaku usaha harus betul-betul mempertimbangkan suasana kebatinan publik,” ujar dia.

Menurut Trubus, Indonesia bisa mengalihkan perolehan produk-produk dari Israel tersebut dari negara-negara lain. Alias mencari substitusinya, sehingga tidak berpusat pada produk-produk Zionis.

“Substitusinya kalau senjata kan banyak, kenapa enggak langsung beli ke Rusia. Kalau produk-produk makanan beralih saja ke Asia, misalnya dari Korea Selatan dan Jepang, atau kalau mau keluar bisa Australia dan Selandia Baru yang cukup baik hubungannya selama ini dengan kita,” jelasnya.

Perspektif lain

Kendati demikian, Trubus menyampaikan perspektif lain mengenai kemungkinan kerja sama dagang dengan Israel. Jika memang kenyataannya transaksi jual beli antara Israel dengan Indonesia perlu digulirkan, pemerintah mestinya berpikir lebih jeli dan profitable. Sebab bagaimanapun, dia menyebut, politik dan perdagangan merupakan dua aspek yang berbeda.

“Karena kita negara berkembang yang membutuhkan investasi, jadi ini seperti buah simalakama, produk kita saja sudah keteteran untuk dijual, apalagi di situ ada Israel yang mau menampung,” ujarnya.

Lebih lanjut, Trubus mengkritisi bahwa kegiatan impor-ekspor yang selama ini terjadi antara Indonesia dengan Israel tidak terlepas dari campur tangan Singapura. Negeri Singa dinilai menjadi jembatan kegiatan ekspor-impor tersebut karena Singapura punya hubungan diplomatik dengan Israel, dan letaknya juga yang paling berdekatan dengan Indonesia.

Walhasil, Singapura lah yang diuntungkan dalam hal ini. Sehingga dia menyarankan agar jika memang mengharuskan ada kegiatan perdagangan, lebih baik dilakukan secara government to government (G2G).

“Kalau memang mau tegas seperti itu ya dihitung lah benefit-nya dan cost-nya berapa. Fair-fair saja, produk Indonesia yang dibutuhkan di sana apa saja, barternya jelas, jadi nilai perdagangannya juga tidak jomplang, artinya proporsional. Kalau nilainya di sini (impor) produk Israel 100, ya kita keluar ke sana (ekspor) minimal 100, jangan produk kita di sana 50 atau 60, di sini produk Israel 100, kita kan selalu begitu posisinya,” jelasnya.

Trubus kemudian kembali menekankan bahwa keputusan apapun akan bergantung pada political will dari pemerintah Indonesia sendiri. Menurutnya, pemerintah harus segera menegaskan perihal masalah ini.

“Kalau iya ya iya, kalau tidak ya tidak, yang tegas. Jadi jangan seperti ini, kalau ini kan sembunyi-sembunyi seperti mengelabui publik,” tegasnya.

Sebelumnya diberitakan, di tengah kecaman warga Indonesia atas serangan brutal yang dilakukan Israel ke Palestina, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan ada lonjakan tajam impor dari negara Zionis tersebut. Jika periode Januari—April tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terlihat ada peningkatan hampir 340 persen.

Indonesia sedianya tak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Latar belakang utamanya karena konflik di Timur Tengah yang menahun. Indonesia secara tegas meminta Israel mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Sejak Indonesia berdiri, sikap merah-putih selama sama, meski Presiden berganti-ganti.

Rupanya, situasi ini tak membuat kedua pihak tak memiliki hubungan dagang. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia dan Israel tetap terlibat kegiatan ekspor impor. Republika.co.id mengambil data dari https://www.bps.go.id/id/exim. Secara khusus hanya untuk periode Januari hingga April pada 2023 dan 2024.

Secara detail, pada Januari 2023 ekspor Indonesia ke Israel menyentuh angka 12.469.786,46 juta dolar AS. Lalu Februari 9.018.758,70 juta dolar AS, Maret 17.689.932,27 juta dolar AS, April 13.756.113,36 juta dolar AS. Totalnya 52.934.930,79 juta dolar AS (sekitar Rp 868 miliar).

Lalu pada Januari 2024 ekspor Indonesia ke Israel menyentuh angka 10.412.405,33 juta dolar AS, Februari 12.201.061,17 juta dolar AS, Maret 14.878.436,18 juta dolar AS, lalu April 14.961.066,72 juta dolar AS. Total mencapai 52.452.969,40 juta dolar AS (Rp 860 miliar). Ada sedikit penurunan secara year on year (Januari- April 2024 dibandingkan dengan Januari-April 2023).

Berikutnya, impor. Sama seperti impor, pengambilan datanya dari Januari-April 2023 dan 2024. Ada tren kenaikan yang cukup signifikan secara year on year (yoy), selama periode tersebut.

Pada Januari 2023, Indonesia mengimpor barang dari Israel dengan harga 1.460.030,00 juta dolar AS, Februari 2.346.948,00 juta dolar AS. Maret 1.727.451,00 juta dolar AS. April 1.197.417,00 juta dolar AS. Totalnya mencapai 6.731.846,00 juta dolar AS atau (Rp 109 miliar, dengan asumsi Rp 16.082 per dolar AS).

Lalu pada Januari 2024, Indonesia mengimpor barang dari Israel senilai 9.835.544,00 juta dolar AS, Februari 1.858.084,00 juta dolar AS, Maret 16.586.596,00 juta dolar AS. Kemudian April 945.503,00 juta dolar AS. Totalnya mencapai angka 29.225.727,00 juta dolar AS (Rp 479 miliar).

Angka itu menunjukkan ada peningkatan tajam impor sebanyak lebih dari 4 kali lipat atau ada peningkatan impor sebesar 339,4 persen.

Berdasarkan catatan dari BPS, Indonesia mengimpor peralatan dan suku cadang pemanas dan pendingin, boiler dan suku cadang pembangkit uap atau pembangkit lainnya, pompa untuk cairan dan suku cadangnya, alat untuk digunakan dengan tangan atau mesin, hingga peralatan dan suku cadang telekomunikasi.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement