REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi belanja pemerintah pusat (BPP) yang disalurkan langsung kepada masyarakat menyentuh Rp 824,3 triliun pada Mei 2024 atau setara dengan 33,4 persen dari total pagu anggaran.
"Ini kenaikan yang sangat tinggi, yaitu 15,4 persen. Artinya pemerintah pusat akselerasi belanjanya meningkat tentu sangat bisa dijelaskan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Mei 2024 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Adapun, akselerasi belanja pemerintah pusat meningkat karena kegiatan seperti pemilu di Februari. Hal ini tentu membutuhkan front loading lebih banyak dibandingkan base line kita pada 2023 dimana tidak ada pemilu sehingga menimbulkan kenaikan yang signifikan.
Dari total belanja pemerintah pusat yang sebesar RP 824,3 triliun, Sri Mulyani mengatakan, belanja melalui kementerian atau lembaga (K/L) senilai Rp 388,7 triliun atau 35,6 persen dari pagu. Belanja tersebut digunakan untuk pembayaran program jaminan kesehatan nasional (JKN) atau kartu Indonesia sehat (KIS), penyaluran berbagai program bansos, pembangunan infrastruktur, pemeliharaan BMN, dan dukungan pelaksanaan Pemilu.
Sementara itu, belanja non K/L senilai Rp 435,6 triliun atau sebesar 31,6 persen dari pagu digunakan untuk realisasi belanja subsidi energi, dan pembayaran manfaat pensiun. Dalam APBN 2024, Sri Mulyani merencanakan belanja negara senilai Rp 3.325,1 triliun yang terdiri dari belanja K/L sebesar Rp 1.090,8 triliun, belanja non-K/L sebesar Rp 1.376,7 triliun, serta Transfer ke Daerah (TKD) sejumlah Rp 857,6 triliun.
Berdasarkan data Kemenkeu, hingga Mei 2024 belanja negara telah mencapai Rp 1145,3 triliun. Sehingga, pemerintah telah belanja dari seluruh total belanja yaitu 34,4 persen dari total pagu yang ada di APBN. Angka ini pun 14 persen lebih tinggi (yoy).
"Posisi APBN hingga akhir Mei adalah keseimbangan primer masih membukukan positif atau surplus Rp 184,2 triliun, namun total anggaran kita membukukan defisit Rp 21,8 triliun atau 0,10 persen dari produk domestik bruto karena defisit biasanya diukur dari sisi persentase terhadap PDB," ujarnya.
Realisasi bansos....