Kamis 27 Jun 2024 07:12 WIB

OJK: Keluarga Jadi Benteng Utama Hindari Risiko Judi Online

Dua persen dari total pemain judi online di Indonesia berusia di bawah 10 tahun.

Refleksi tampilan gawai saat warga saat melihat iklan judi online di Jakarta,(ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Refleksi tampilan gawai saat warga saat melihat iklan judi online di Jakarta,(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan keluarga merupakan benteng utama dalam upaya menghindari risiko judi daring atau online (judol). Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyebut perlu adanya upaya bersama dalam memberantas judi online, di mana keluarga menjadi fondasi awal dalam upaya tersebut.

“Ini merupakan tugas kita semua agar jangan sampai makin banyak yang kena. Ini juga fungsi keluarga, termasuk ibu. Keluarga adalah benteng utama dalam menghadapi berbagai terjangan usaha-usaha penipuan,” kata perempuan yang akrab disapa Kiki ditemui usai kegiatan Gelar Wicara Edukasi Keuangan Bundaku oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Baca Juga

Kiki menambahkan keluarga yang memiliki anggota terjerat judol perlu segera memutus hubungan dengan produk keuangan digital tersebut.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto, setidaknya dua persen dari total pemain judi online di Indonesia berasal dari kelompok usia di bawah 10 tahun.

“Menurut saya, cut off, ya. Kalau dia punya kebiasaan judi online, cut, berhenti. Misal sudah terjerat judi online, jangan sampai mereka jadi kecanduan,” ujarnya.

OJK sendiri turut mendukung upaya pemberantasan judi online, seperti melakukan penutupan rekening. Selain itu, OJK juga bekerja sama dengan Satuan Tugas Penanganan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) untuk mengepung agar pinjaman online (pinjol), investasi ilegal, hingga judi online bisa diberantas bersama-sama.

“Saya juga sering mendapat penawaran. Kita tahu itu penipuan, tapi tidak semua orang seperti kita. Mungkin sebagian orang belum tahu itu. Makanya, kita harus bersama-sama melakukan edukasi,” tutur Kiki.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengingatkan masyarakat untuk memperkuat daya tahan dari risiko sektor keuangan digital.

Salah satu upaya penguatan itu, menurut Mahendra, bisa dilakukan melalui peran ibu. Seorang ibu yang memiliki literasi keuangan yang memadai dapat memberikan manfaat berganda (multiplier effect) dalam upaya pencegahan risiko kejahatan keuangan siber, di mana penyebaran pengetahuan dilakukan melalui lingkungan keluarga.

Hal itu yang melandasi OJK menggelar Program Bundaku. Program Bundaku merupakan program peningkatan literasi keuangan melalui pemberdayaan komunitas ibu dan perempuan sebagai Duta Literasi Keuangan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement