Kamis 20 Jun 2024 17:39 WIB

Kurs Rupiah Melemah hingga Rp 16.300, Begini Komentar Gubernur BI

Bank Indonesia yakin rupiah ke depan menguat.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga (BI-rate) 6,25 persen yang disampaikan dalam konferensi pers di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2024). Eva Rianti
Foto: Republika/Eva Rianti
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga (BI-rate) 6,25 persen yang disampaikan dalam konferensi pers di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2024). Eva Rianti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengomentari soal kondisi nilai tukar rupiah yang tertekan belakangan ini, hingga sempat menyentuh level Rp 16.400 per dolar AS.

Rupiah diketahui telah mengalami pelemahan 5,92 persen sejak awal tahun hingga 19 Juni 2024. Menurut penuturan Perry, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh faktor dari luar negeri maupun dalam negeri.

Baca Juga

Dari sentimen eksternal atau global, ada perbedaan kebijakan moneter bank sentral AS The Federal Reserve dengan bank sentral Eropa, European Central Bank (ECB) mengenai ketidakpastian penurunan suku bunga.

ECB memiliki kebijakan untuk memangkas suku bunga acuannya 25 basis poin (bps). Sementara itu, The Federal Reserve masih bersikukuh mempertahankan sukuk bunga acuannya, yang diprediksi baru akan diturunkan pada akhir 2024.

 

Kondisi itu lantas memicu investor beralih ke aset investasi yang lebih amat atau safe haven. Di antaranya adalah surat utang AS. Hal itu menyebabkan tertahannya aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan negara berkembang.

“Pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan FFR (Fed Fund Rate),” kata Perry dalam konferensi pers di Kompleks BI, Kamis (20/6/2024).

Sementara itu, dari dalam negeri atau internal, pelemahan rupiah terjadi lantaran tingginya permintaan valuta asing dalam bentuk dolar AS oleh para korporasi seperti repatriasi atau pengambalian dana dividen. Faktor lainnya adalah adanya persepsi investor mengenai sustainabilitas kebijakan fiskal pemerintah baru ke depan. 

Perry meyakini bahwa BI dan pemerintah bisa untuk menguatkan mata uang Garuda ke depannya dengan berbagai kebijakan.

"BI yakin rupiah ke depan menguat. Fundamentalnya akan menguat. Tapi dari gerakan bulan ke bulan faktor-faktor informasi sentimen akan membuat volatilitas naik turun. Dan itu akan terus kami lakukan," tuturnya. 

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement