Rabu 12 Jun 2024 10:33 WIB

Setelah Jadi Holding, Apa yang Berubah dari BUMN Asuransi?

Fokus utama asuransi ialah perbaikan model bisnis dan transformasi anggota holding.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Costumer Care Representative IFG Life melayani nasabah saat pembukaan Customer Center IFG Life di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Rabu (24/11/2021). Pembukaan kantor pelayanan itu sebagai bentuk kesiapan operasional IFG Life dalam melayani nasabah serta untuk menerima proses transfer polis migrasi dari PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Costumer Care Representative IFG Life melayani nasabah saat pembukaan Customer Center IFG Life di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Rabu (24/11/2021). Pembukaan kantor pelayanan itu sebagai bentuk kesiapan operasional IFG Life dalam melayani nasabah serta untuk menerima proses transfer polis migrasi dari PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi atau Indonesia Financial Group (IFG) bertekad meningkat penetrasi layanan asuransi terhadap masyarakat. Senior Executive Vice President IFG Reza Yamora Siregar mengatakan IFG sejak dibentuk telah menaruh fokus utama dalam perbaikan model bisnis dan transformasi anggota holding

"Kita mulai mengubah pola pikir dengan penataan manajemen aset dan liabilitas, penguatan pencadangan dan SDM, serta persoalan pricing premi," ujar Reza dalam seminar bertajuk "Analisis Kinerja dan Prospek BUMN Masa Depan" di Jakarta, Selasa (11/6/2024).

Baca Juga

Sejak diresmikan sebagai holding pada 2020, IFG mulai memetakan sejumlah persoalan dan tantangan terhadap anak usaha. Reza menyampaikan perubahan pola pikir bertujuan mengatasi sejumlah persoalan yang kerap terjadi di anak usaha dan juga industri asuransi secara keseluruhan, seperti keterbatasan integrasi sistem database.  

"Integrasi sistem database ini sesuatu yang telah menjadi sebuah standar di perbankan, namun di asuransi merupakan salah satu kelemahan kita," ucap Reza. 

 

Oleh karena itu, Reza menyebut kerap muncul klaim dari polis asuransi lama yang tidak terdapat dalam catatan perusahaan. Tak hanya integrasi sistem database dalam perusahaan, kondisi serupa pun terjadi dalam integrasi data antara IFG dengan perusahaan mitra. 

"Terkadang muncul polis asuransi di 80-an atau 90-an itu asuransi jiwa yang jangka panjang, tetapi informasinya tidak tercatat secara baik oleh institusi asuransi yang ada saat ini," sambung Reza. 

Persoalan lain tumpang tindih aktivitas sektor asuransi yang tidak sesuai dengan core business. Reza mencontohkan asuransi umum yang tetap melayani asuransi jiwa, pun sebaliknya. Reza menyebut hal ini pun sempat terjadi di anak usaha IFG sebelum adanya holding. Reza mengatakan dampak tumpang tindih ini akan mengakibatkan terjadinya  fenomena underpricing.

"Dulu seringkali pemikirannya asuransi yg berhasil itu yang preminya kuat, sedangkan premi itu terkait dengan likuiditas, apalagi premi didapat bukan dari sektor bisnis intinya. Untuk dapat premi itu sering menjual harga murah. Pola pikir ini yang coba kita ubah," lanjut Reza. 

Kini, ucap Reza, IFG memastikan anak usaha fokus pada bisnis inti masing-masing. Reza menyampaikan fokus bisnis akan menentukan keberhasilan perusahaan dalam mencapai target ke depan. 

"Tantangan asuransi yang paling berat itu harus mengetahui struktur liabilitas, baru bisa mengatur portofolio. Kita pastikan fokus pada ekspertis masing-masing, misalnya asuransi jiwa tetap aktivitas di asuransi jiwa dan fokus penguatan SDM," kata Reza. 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement